Akhir-akhir ini banyak berita yang memuat tentang pegawai pajak yang mempunyai harta miliyaran Rupiah dan tersebar dibanyak tempat. Hidup serbah mewah membuat kita berpikir irasional dimana hal ini akan sesuai dengan pendapat Lynn Hasner, David Goldstein dan Thomas Toppino pada tahun 1977 tentang Efek Ilusi Kebenaran. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa timbulnya fenomena kecenderungan untuk mempercayai informasi yang salah sebagai suatu pembenaran setelah adanya proses repetisi atau pengulangan berkali-kali. Dalam kasus pajak ini Penulis yakin bahwa tindakan ini merupakan tindakan yang kesekian kali sebelum akhirnya mencuat ke permukaan dan mendapat banyak tanggapan dari masyarakat.
Lalu apa itu pencucian uang, korupsi dan gratifikas?
Secara sederhana pencucian uang (money laundering) dapat diartikan sebagai sebuah tindakan/upaya untuk mengaburkan uang/kekayaan yang didapat dari sebuat kejahatan. Kejahatan dimaksud diantaranya perdagangan narkotika, perjudian dan korupsi. Dalam kesempatam ini kita akan membahasnya dari sisi pidana korupsi.
Tujuan dari pencucian uang adalah Menyembunyikan uang/harta yang didapat dari hasil kejahatan, Untuk menghindari proses penelusuran aparat penegak hukum, dan terakhir adalah bertujuan untuk meningkatkan keuntungan dari penggunaan uang/harta yang dudapat darai tindak kejahatan dimaksud.
Ada tiga (3) tahap dalam pencucian uang yaitu 1) Placement; Jumlah uang yang besar dipecah-pecah menjadi jumlah-jumlah yang kecil untuk dimasukkan dalam sistem keuangan termasuk memebeli efek, 1) Layering; Menyetorkan dalam beberapa rekening di beberapa tempat kemudian diambil/dipindahkan lagi dan dilakukan berulang-ulang, 3) Integration; Uang hasil placement dan Layering dialihkan dalam kegiatan-kegiatan resmi dan sesuai dengan aturan hukum.
Pencucian uang diatur dalam undang-undang terbaru tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang nomor 8 tahun 2010. Pasal 3 menyatakan bahwa setiap orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayar,menghibahkan, menitipkan, membawa keluar negeri, mengubah bentuk, menukar dengan mata uang, atau surat berhargaatau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana...
Korupsi atau Tindak Pidana Korupsi diatur dalam undang-undag no 20 tahun 2001 perubahan atas undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Dalam pasal 2 dikatakan bahwa setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara...
Gratifikasi secara sederhana dapat diartikan juga sebagai suap, yakni pemebrian sesuatu barang, uang, fasilitas dan sebagainya kepada penyelenggara agar penyelengara tersebut melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan yang bertentangan dengan kewajibannya, dan terbukti sejanjutnya bahwa penerima gratifikasi tersebut tidak melakukan atau melakukan sesuatu yang akhirnya bertentangan dengan pekerjaan/kewajiban penyelenggara tersebut.
Gratifikasi diatur dalam pasal 12B undang-undang no 20 tahun 2001 yang emnyatakan bahwa setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemerian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.
PEMBUKTIAN TERBALIK
Pembuktian terbalik diartikan sebagai tersangka tindak pidana korupsi harus membuktikan bahwa uang/harta yang dituduhkannya diperoleh secara sah dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Dalam undang-undang korupsi masih menganut pembuktian terbalik yang bersifat terbatas. Bersifat terbatas maksudnya jika gartifikasi/suap yang diterima berjumla 10 juta rupiah atau kurang maka yang harus membuktikan bahwa suap itu bertentangan atau tidak bertentangan dengan hukum adalah penuntut umum/ Jaksa. Namun jika suap yang diterima lebih dari 10 Juta rupiah maka Penerima Gratifikasilah yang harus membuktikan bahwa uang/harta/fasilitas yang diterimannya bukanlah sebuah gratifikasi yang bertentangan dengan hukum yang berlaku.