Kita semua kaget. Kita semua berduka. Sosok yang terlihat atletis, ramah, supel dan dekat dengan kehidupan olahraga mendadak meninggalkan kita semua.
Raden Pandji Chandra Pratomo Samiadji Massaid, akrab dengan nama Adjie Massaid, seorang politisi dari Partai Demokrat, anggota DPR selama dua periode, mantan model, artis beprestasi, dan terakhir sebagai pengemban amanah manajer timnas PSSI U-23. Sosok yang komplet, hingga wajar banyak pihak merasa kehilangan. Namun, hemat saya, kedukaan masyarakat Indonesia sebaiknya jangan turut membuka duka yang lebih mendalam bagi keluarga yang ditinggalkan.
Disinilah kemudian media, terlepas dari media mainstream (news) maupun infotainment, memainkan perannya. Berita kematian dan kehilangan seorang – yang kebetulan public figure - telah dijadikan komoditas publik yang sangat tidak elok bagi keluarga yang ditinggalkan. Bayangkan, dalam suasana masih berkabung dan berduka keluarga dipampangkan foto, perjalanan hidup, prestasi, testimoni tokoh, hingga kisah-kisah yang mengharu-biru yang digelontorkan awak media. Kira-kira bagaimana perasaan keluarga, terutama istri yang ditinggalkan? Tidakkah anak-anak beliau yang masih kecil itu akan terus-menerus sedih melihat gambar ayahnya di layar kaca?
Media sebagai pewarta informasi dari subyek (narasumber, isu atau tema) kepada obyek (masyarakat luas) sebenarnya memiliki tanggungjawab sosial, selain tanggung jawab primernya mengabarkan berita. Tanggung jawab sosial tersebut adalah berusaha melihat tema yang diangkat dari dua sisi subyek dan obyek yang diangkat, tidak berat sebelah pada satu pihak saja (catatan: ini pendapat pribadi, bukan ahli. Sangat senang jika ada yang bisa mengoreksi). Ketidaksetimbangan kepentingan antar dua entitas ini akan membawa efek yang tidak sehat bagi kondisi kedua belah pihak.
Anggap pertama media terlalu menitikberatkan pada kepentingan narasumber dan mengindahkan masyarakat luas. Maka yang ada adalah over-exposure tema, pemelencengan isu untuk memperpanjang usia tema tersebut, hingga kejenuhan pemberitaan. Tema yang sebenarnya sudah usang, masih terus digali nan dikorek meskipun masyarakat kelihatannya sudah acuh kepada isu tersebut. Hasil pengamatan saya hal ini biasa dilakukan ketika media tersebut memiliki kepentingan tertentu terhadap tema yang diangkat. Semua dipoles dan digosok demi kepentingan pribadi Sang Industrialis….!
Sementara dalam sisi yang berbeda, ketika kepentingan obyek yang lebih diutamakan, yang terjadi adalah pelanggaran hak privasi dari narasumber tema yang bersangkutan; semua demi memenuhi hausnya informasi dari masyarakat luas. Namun dalam kasus ini (pemberitaan (alm.) Adjie Massaid) saya jadi berpikir, apakah memang masyarakat umum begitu haus atas berita haru-biru di sekitar sang tokoh? Atau memang ada unsur kepentingan eksploitasi berita dari industri media terhadap sang tokoh untuk memancing haru-biru masyarakat? Saya meyakini yang kedua….!
Tentu, beda kasus, beda kepentingannya. Tidak bisa dipukul rata.
Tetapi, sudahlah. Biarkan keluarga yang ditinggalkan tenang menghadapi cobaan ini dari Yang Maha Kuasa. Janganlah merecoki keluarga, terutama istri dan anak-anak almarhum dengan segala macam rebutan hak wawancara ekslusif. Sang Industrialis media harus berhenti di titik ini, sekarang…!
Situasinya bisa berbalik, jika keluarga sang industrialis dalam posisi almarhum, tahankah ia direcoki oleh masyarakat luas di tengah heningnya alunan doa dan perjuangan melawan kesedihan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H