Pendidikan adalah sebuah proses.
Pendidikan adalah sebuah proses panjang dalam mempersiapkan anak didik untuk menyongsong hari depannya. Dalam proses pendidikan ini tidak ada kata instan yang mampu menyulap anak didik sekali jadi menjadi sosok pribadi yang ideal.
Dalam system pendidikan tidak ada system paling ideal yang selalu sesuai dengan pribadi anak. Dalam perjalanannya selalu ada kelebihan dan kekurangannya dari masing – masing system tersebut. Oleh sebab itu dalam masyarakat akhirnya muncul berbagai metode alternative, salah satunya adalah system homeschooling sebagai salah satu alternative system pendidikan tersebut.
Pengalaman di lapangan, anak yang tidak mau maupun tidak mampu bersekolah dalam sekolah formal, fenomenanya ibarat gunung es. Hanya kecil tampak di permukaan, namun ternyata begitu banyak ketika kita mencoba menengoknya secara lebih seksama.
Latarbelakang anak tidak mau ataupun tidak mampu bersekolah secara formal ternyata beragam. Mulai dari alasan kesehatan fisik, psikologis, berbagai aktifitas anak, misalnya atlet, artis ataupun orang tua ataupun alasan idealis orangtua yang ingin mendidik anaknya secara mandiri.
Alasan kesehatan fisik misalnya anak mempunyai problem kesehatan semacam insomnia, pelemahan otot, kangker otak, maupun penyakit lain yang tidak teridentifikasi secara pasti namun secara nyata menyebabkan anak tidak bisa bersekolah secara formal.
Alasan kesehatan psikologis bisa berupa tindakan bullying baik dari teman – temannya maupun konflik dengan pengajarnya, sehingga akhirnya permasalahan merembet kemana-mana. Dan yang lebih parah lagi, ketika anak tidak mau bersekolah, dianggap sesuatu yang aneh, bahkan dianggap sebaia gangguan jiwa. Pengalaman kami, beberapa siswa kita ketika dulu tidak mau bersekolah bahkan ada yang dibawa ke psikiater untuk mendapatkan terapi psikologis.
Ini tentu bukan tindakan yang tepat. Yang mereka butuhkan adalah solusi system pendidikan yang sesuai dengan kondisi anak. Beruntung, akhirnya mereka menemukan solusi atau alternatifnya di homeschooling.
Homeschooling Dalam Sistem Perundang – undangan.
Homeschooling, harus diakui bahwa ini adalah sesuatu yang baru dalam system pendidikan di Indonesia. Walaupun secara legal formal keberadaannya sah dan dijamin undang – undang banyak masyarakat yang masih mempertanyakan kelegalitasannya.
Bahwa sebenarnya, dalam Undang – Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomer 20 Tahun 2003, system pendidikan ini sudah diatur keberadaannya.
Pasal 5:
(1) Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.
(2) Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.
(3) Warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus.
(4) Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus.
(5) Setiap warga negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat.
Pasal 27
(1) Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.
(2) Hasil pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.
Dari kedua pasal diatas sebenarnya telah bisa menjadi pijakan buat kita untuk semakin bersemangat memberikan layanan kepada anak usia sekolah yang tidak mau atau tidak mampu bersekolah secara formal.Pun demikian masyarakat yang akan memilih system ini pun akhirnya mendapatkan kenyamanan dan ketetapan hati akan system yang dipilih ini, baik saat menjalaninya hingga keberlanjutan dari system pendidikan ini.
Homeschooling dalam Konteks Psikologi.
Seperti diketahui, bahwa potensi bakat dan minat anak tidak bisa semua disamaratakan. Menurut Teori Kecerdasan Majemuk Howard Gardner, bahwa manusia memliki delapan potensi kecerdasan yang tiap – tiap anak memiliki perbedaannya masing – masing. Delapan kecerdasan tersebut adalah kecerdasan verbal/bahasa, kecerdasan logika/matematika, kecerdasan spasial/visual, kecerdasan tubuh/kinestetik, kecerdasan musical/ritmik, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal dan kecerdasan spiritual. Tentu saja, dalam hal ini perlakuan masing – masing potensi ini dalam proses pendidikannya pun membutuhkan pendekatan yang berbeda.
Pengalaman dilapangan, ternyata tidak semua anak cocok atau sesuai dengan pola pembelajaran classical yang ada di sekolah. Ada sebagian anak yang menginginkan pendekatan pembelajaran secara lebih private, untuk memudahkan dirinya menyerap materi yang diajarkan. Tentu saja kondisi seperti ini harus direspon secara positif. Ketika tidak ada kesepahaman tentang pola dan keinginan anak dalam belajar, bisa menjadi pemicu kesalahpahaman antara guru dan siswa, yang akhirnya masalah bisa merembet kemana-mana dan tindakan untuk solusinya juga tidak tepat.
Oleh sebab itu dibutuhkan sebuah alternatif system pendidikan yang bisa mengakomodasi seluruh kebutuhan anak sesuai dengan karakter dan kebutuhan mereka ( costumer size ).
Homeschooling Komunitas secara Teknis
Komunitas pelaku homeschooling berharap bisa menjadi alternative proses pendidikan putra - putri kita selain di sekolah, yang tetap memiliki standard ketercapaian materi yg kualitasnya sama dengan sekolah biasa.
Proses pendampingan di komunitas homeschooling salah satunya menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan psikologis dan pendekatan akademik.
Pendekatan psikologis, dimaksudkan siswa diberdayakan sesuai dengan aspek minat dan bakat dengan membekali siswa dengan pelatihan Achievment Motivation Training ( AMT ), Character Building, Leadership dan Entrepreneurship sesuai dengan potensi minat dan bakat siswa.
Pendekatan akademik, dimana siswa akan diberikan pengajaran sesuai dengan tingkat kemampuan atau sensitive learning, gaya belajar atau style learning, maupun karakter komunikasi.
Dalam prakteknya, pengajar di komunitas homeschooling mesti memberdayakan potensi otak kiri dan otak kanan siswa dan juga belajar cara belajar atau learn how to learn sehingga terciptalah output anak didik yang memiliki kecakapan hidup yang baik ( life skill ), pengetahuan yang baik ( knowledge ) dan juga sikap hidup yang baik ( attitude ).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H