Lihat ke Halaman Asli

arif gumantia

Ketua Majelis Sastra Madiun

Bertemu Khidir Saat Lebaran

Diperbarui: 26 Agustus 2019   10:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Aku bertemu Khidir di pertemuan sungai dan laut. Rawa di bawah jembatan tua berkarat, tempat menyeberang orang-orang diabaikan.

Khidir sedang mendirikan rumah dari kayu-kayu lapuk, dengan atap berwarna daun yang murung.

Aku berkata kepada Khidir : "kalau boleh bertanya padamu, aku dibatasp berapa pertanyaan?'

"Dua pertanyaan--dan satu pesan yang akan aku sampaikan kepada yang ada di masa lalumu"

Aku bertanya, "Di mana rumah angin?"

Khidir menjawab : "Rumah angin  itu tempat di mana nelayan melayarkan takdirnya, dengan perahu waktu, sehingga tubuhnya berbau buih ikan,--sambil selalu menggengam kompas bintang di hati."

Pertanyaan kedua, "Di mana aku bisa menemukan surga?"

Khidir menjawab : "Pada tempat yang paling gelap, di sebuah ruang di mana setiap saat kau teringat sekaligus kau melupakannya--di ruang nurani, dimana diri sejati selalu berada."

"Waktu sudah habis," kata Khidir, "Aku harus kembali merawat  kenangan yang  terluka. Apa pesanmu?"

Aku menjawab : " Tolong sampaikan kepada Musa, untuk meminjamkan tongkat kepada Firaun, agar ia tidak  tenggelam dan terkubur di laut, dan kita, di bawah langit ini, bisa mengetahui sebenar-benar arti kata memaafkan".

Arif Gumantia

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline