Saya duduk di tepi jendela pagi itu. Sebelumnya, saya tidak pernah pulang kampung sepagi itu. Sebenarnya jadwal kepulangan adalah sehari sebelumnya. Hanya saja pada hari yang terjadwal itu, saya masih disibukkan dengan tugas yang belum terselesaikan. Kembali ke sisi jendela itu, saya melihat gunung Arjuno yang terkena pancaran sinar matahari pagi. Bis kemudian melaju meninggalkan Arjosari lalu melintasi patung Ken Dedes. Tiba di perempatan Karanglo, bis berbelok ke kanan arah gerbang Tol Singosari. Setelah masuk Tol bis berjalan cepat ke arah Surabaya.
Pagi itu saya beruntung, langit cerah sehingga dapat melihat ke sisi samping jalan tol. Saya pandangi sisi barat jalan itu terlihat pemandangan menawan. Di benak saya, muncul keinginan untuk pulang lebih sering pada jam yang sama semester depan.
Saya kemudian buru-buru mengecek tanggal merah pada semester depan. Menyiapkan rencana pulang memang menyenangkan, meskipun saya tergolong mahasiswa yang rajin pulang kampung. Keasyikan merenung dan mengecek tanggal merah, bis tiba juga di Bungurasih. Saya buru-buru turun dan menunggu bis lainya untuk melanjutkan perjalanan ke Ponorogo. Tak disangka itu adalah terakhir kalinya saya pulang kampung semester ini.
Setibanya saya di rumah, muncul edaran untuk tetap di Malang dan tidak pulang kampung, meskipun kenyataannya banyak teman-teman saya yang tetap pulang kampung. Kasus pertama tercatat, seorang mahasiswa yang masih satu almamater dengan saya diduga terinfeksi korona. Jagad maya heboh, termasuk saya yang tidak percaya bahwa kasus pertama korona di Malang terjadi pada mahasiswa yang masih sekampus dengan saya.
Selanjutnya dapat ditebak, kampus meniadakan pembelajaran tatap muka di kelas. Kelas diganti melalui pembelajaran daring. Di sinilah kemudian muncul permasalahan-permasalah yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Tulisan ini mencoba merefleksikan problem-problem yang terjadi selama pembelajaran daring yang sudah saya tuntaskan semester ini.
Jaringan tidak stabil dan penggunaan data
Bukan rahasia umum lagi pergantian kelas langsung dengan kelas dari memerlukan jaringan yang bagus dan jumlah data yang tidak sedikit. Faktanya, dua hal ini sulit terpenuhi selama pembelajaran daring. Saya di beberapa kelas mendapat kesempatan untuk menjadi ketua kelas, di setiap pertemuan selalu ada teman menjapri dan bercerita kesusahan dalam mengakses kelas yang biasanya dilakukan di melalui konferensi video. Alasanya sederhana, jaringan putus-putus sehingga akses ke aplikasi juga putus-nyambung. Belum lagi penggunaan data yang cukup banyak.
Sebenarnya kampus memfasilitasi vpn kampus untuk membuka situs yang tidak terakomodasi oleh paket gratis yang ditawarkan beberapa provider. Akan tetapi, paket gratis hanya dapat diakses sekali dengan durasi satu bulan, sementara pembelajaran pada waktu itu masih menyisahkan setengah semester.
Suasana pembelajaran yang berbeda
Pembelajaran yang nyaman dan kondusif merupakan salah satu kunci pembelajaran efektif. Faktanya pembelajaran dirumah tidak senyaman itu. Anda tidak akan menemukan suara ibu-ibu yang membeli sayur ketika di kelas, sementara di rumah? Suasana inilah yang terkadang memecah konsentrasi dalam pembelajaran. Apalagi dalam mata kuliah yang memerlukan ketenangan, sangat perlu sunyi dan hening. Bagi saya suasana amat penting untuk dapat membangun pemahaman atas suatu konsep yang abstrak.
Dua hal di atas hanya segelintir dari keluh kesah yang saya dan beberapa teman rasakan. Bagaimanapun pandemi telah merubah segala hal, termasuk pembelajaran. Bagi saya yang telah lama nyaman dengan suasana kelas, akses buku (sengaja tidak saya jabarkan dalam tulisan ini), ketenangan, dan tatap muka secara langsung dengan pengajar, pembelajaran daring sangat susah untuk dilaksanakan. Terlebih pada pembelajaran yang memang perlu bimbingan langsung dosen.