Lihat ke Halaman Asli

Orang Kaya yang Malang

Diperbarui: 20 Juni 2016   07:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Istri saya dan saya pernah sekali melakukan perjalanan yang luar biasa. Kami pergi untuk berwisata jalan kaki di pinggir gurun sahara, yang memotong menjadi belantara bebatuan yang gersang dari pegunungan Aures. Ada bersama kami dua ekor keledai yang mengangkut perlengkapan perkemahan kami, dan dua orang arab sebagai penunjuk jalan sekaligus pengawal.

Di bagian perjalanan itu, kami melintasi jalan yang dibuat oleh orang Perancis yang menuju ke kota gurun pasir Biskra, dan di tempat inilah biasanya iring-iringan unta berlalu di sepanjang jalan, kami melihat mobil-mobil melaju membelah dataran itu.

Di dalamnya para turis bergegas menuju tujuan mereka-hotel besar di Biskra-tanpa mengetahui apapun tentang kegembiraan berjalan di sana, menemukan makanan sendiri dan memasaknya di tempat terbuka, tidur di malam hari di bawah bintang-bintang.

Ketika kami melihat mereka, dengan suatu dorongan kami berseru “jutawan yang malang!”.

Ya, jika anda punya kekayaan anda kehilangan banyak kegembiraan yang luar biasa.

Kutipan dari buku Rovering to Success(Lord baden Powell)

Di buku Rovering to Successini Baden Powell bercerita tentang teori kebahagiaan. Pandangan bahwa kebahagiaan hanya bisa didapat dengan kekayaan tidaklah sepenuhnya benar. Bahkan dikatakan juga “hal-hal yang paling berharga untuk dimiliki adalah hal-hal yang tak dapat dibeli dengan uang”. Jauh sebelum ada teori EQ Baden Powell telah mengemukakan konsep kebahagiaan dan langsung mempaktekkannya dalam kegiatan kepramukaan (scouting).

Melalui kegiatan-kegiatan pramuka, anak dan remaja diajak menikmati ”sisi lain” petualangan. Penjelajahan dan perkemahan yang dilakukan oleh sekelompok pramuka adalah upaya menggali sisi lain kebahagiaan. Yang oleh orang yang tidak memahami metode kepramukaan dan nilai-nilai (value) yang ingin ditanamkan pada pramuka dengan ungkapan ”pramuka kok senangnya susah-susah!”

Para Pembina pramuka saat ini, yang kebanyakan bukan berasal dari komunitas pramuka, berpendapat bahwa tinggal di villa di tepi hutan juga tidak kalah menyenangkan dan memiliki nilai edukasi yang cukup. Kalaupun harus berkemah, makan ala catering dengan tidak perlu memasak sendiri akan lebih menghemat waktu. Sehingga waktu perkemahan yang tersedia tidak habis hanya untuk masak-memasak, sehingga bisa memberikan nilai-nilai pendidikan yang lainnya. Padahal, memasak adalah petualangan tersendiri dalam perkemahan.

Barangkali inilah yang membuat perkemahan ala villa atau perkemahan di kelas lebih populer. Memasak dalam perkemahan itu membuang waktu.

Padahal, menikmati sesuatu dalam keterbatasan adalah bagian dari melatih adversity quotient anak. Anak dilatih untuk selalu dalam keadaan senang dan ceria betapapun sulit dan terbatasnya perkemahan. Menyanyikan lagu “disini senang, disana senang” dalam tenda yang sedang kehujanan, bernyanyi bergembira dalam penjelajahan. Bahagia memakan masakan sendiri, walaupun rasanya hambar atau over taste.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline