Lihat ke Halaman Asli

Superposisi Takdir (The Wave Theory)

Diperbarui: 15 Desember 2015   09:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sebuah Niat

Saatnya kita membedah spiritual dari sisi yang berbeda. Menjawab keresahan jiwa manusia, bagaimana kita mampu mengelola rahsa di jiwa yang senantiasa menghantam kesadaran kita. Rahsa yang bagai gelombang, kadang seperti gelombang tsunami yang menerjang, kadang bagai padang pasir yang kering kerontang.  Itulah rahsa di jiwa bagai suasana iklim di bumi saja. Rahsa ini sangat nyata kita alami. Kejadian demi kejadian sangat memukul jiwa. Siappapun yang mengalami akan mamu merasakannya, sebab begitu dahsyatnya maka karenanya manusia kemudian menyebutnya sebagai MUSIBAH. Benarkah kejadian yang tidak mengenakan yang menimpa adalah musibah? Bukankah hakekatnya semua yang terjadi hanyalah rangkaian pembelajaran hidup. Bagamanakah kta menyakni ini dan kemudian menetapinya?

Mengelola hidup dan kehidupan kita sendiri. Inilah sasarannya. Sehingga dengan kemampuan ini kita akan mamuu menerima takdir kita dengan sukarela. Inilah rangkaian yang ngin dihantarkan penulis. Sebuah pemikiran, ide atau gagasan. Sebagai upaya memberikan pembanding pemahaman saja.. Harapannya adalah, pemahaman ini kita  akan mampu menerma keadaan dan kondisi kita disaat terkini dengan sukarela. Untuk melengkapi keimanan kita. rukun Iman ke enam, Iman kepada TAKDIR Allah.  

Bagaimana cara pandang ilmu manajemen melihat sisi spiritual manusia. Pada wilayah ini kita kenal teori  yang terkenal dengan U teori. Sejalan dengan itu, penulis ingin menghantarkan konsep theory Gelombang (The Wave Theory). Konsep yang merupakan kelanjutan dari konsep U, yang penulis kembangkan sendiri.  Kita tahu bahwa spiritual adalah potensi diri manusia yang sangat luar biasa. Manusia yang  mengelola sisi spiritualnya selalu akan menjadi sosok luar biasa yang mampu merubah peradaban dunia. Inilah kepastian hukum alam.  Sayang sekali ranah ini masih sangat sedikit dikaji oleh bangsa kita. Ironisnya lagi bangsa kita justru terkenal sebagai bangsa yang relejius dan  spiritualis. Tetapi kenapa sedikit dari mereka yang mampu melahirkan karya yang mendunia?  Sebuah paradoks lagi disini. Mengusung semangat inilah maka penulis ingin mengajak sidang pembaca untuk mengkaji spiritual dari sisi yang berbeda, yaitu dari sisi sudut pandang manajemen dan sosial dan psikologi.

Sebuah niat agar hanya kesadaran ‘ingat Allah’  yang akan mengisi kesadaran kolektif nusantara. Ini adalah sebuah semangat TERBARUKAN, yang memang harus terus diperbarui, maka karenanya harus terus digaungkan dimana saja dan kapan saja melalui apa saja dalam setiap kesempatan dan keadaan demi peradaban baru yang diridhoi-Nya, ‘Tata tentrem kerta rahaja’ berlandaskan niat kepada Allah sebagai hakekat sesungguhnya Tuhan yang benar, DIA adalah hakekat Yang AHAD bukan lainnya. Apakah ini sebuah mimpi? Maka marilah kita buktikan saja dengan laku nyata kita yaitu dengan sebuah NIAT.

Adakah yang berani ber NIAT karena Allah? Marilah kita dapati keadaan tersebut, yaitu makom niat karena Allah dengan langkah sederhana yaitu HIJRAH. Kalau sudah begitu,  saatnya kita bersiap,  masuk kepada lapisan-lapisan segmen yang lainnya. Meminggirkan perbedaan menyamakan mindset dan tujuan. Menjadikan ini sebuah amal kebaikan untuk mengisi hidup di dunia? Insyaallah hidup akan terasa lebih menyenangkan. Saatnya kita akan masuki kajian Konsepsi Superposisi TAKDIR. The Wave Theory. Insyaallah.

 

Bersambung..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline