Yogyakarta, 2024 -- Hujan gerimis membasahi kawasan Kota Baru, Yogyakarta, malam itu. Udara dingin menyelimuti kota, tetapi seorang kakek berusia 63 tahun bernama Harry tetap melangkah dengan penuh keyakinan. Ia menawarkan camilan kepada setiap orang yang ditemuinya. Senyumnya hangat, seolah mengusir rasa dingin yang merayap di sekitarnya.
"Saya tidak mau dikasihani," ujarnya tegas ketika mengenang peristiwa saat seorang remaja memberinya uang Rp200.000 tanpa membeli dagangannya. "Kalau mau membantu, belilah sesuatu. Saya ingin dihargai karena kerja keras, bukan belas kasihan," lanjutnya sambil tersenyum ramah.
Harry bukan sekadar pedagang kaki lima. Ia adalah simbol keteguhan hati yang menolak tunduk pada keadaan. Selama 15 tahun terakhir, ia menjalani hidup sendirian di sebuah rumah kecil yang sederhana. Kehidupan sepi itu bermula setelah ditinggalkan oleh istri dan anak perempuannya.
Meski ditinggalkan, kenangan indah tentang keluarga tetap ia jaga. Di kantong bajunya, selalu tersimpan foto sang anak yang cantik dan manis tersenyum. Foto itulah yang menjadi sumber kekuatan di saat ia merasa lelah dan kesepian.
"Ini yang bikin saya tetap kuat," katanya sambil memperlihatkan foto tersebut dengan mata berbinar.
Kesendirian tidak pernah membuatnya patah semangat. Setiap hari, ia berkeliling menawarkan dagangan, menghadapi cuaca yang tak menentu dengan penuh tekad. Baginya, bekerja bukan hanya soal mencari nafkah, melainkan juga menjaga harga diri.
"Rezeki itu datang kalau kita mau berusaha. Tidak ada alasan untuk menyerah," ujar Harry mantap.
Selain berdagang, Harry juga kerap membagikan nasihat kepada anak-anak muda yang ditemuinya di perjalanan. Ia percaya bahwa semangat pantang menyerah adalah kunci utama untuk meraih kesuksesan.
"Jangan gampang putus asa. Kegagalan itu hanya bagian dari proses menuju sukses," tuturnya dengan penuh keyakinan.
Harry tidak hanya menginspirasi melalui kata-kata, tetapi juga melalui tindakannya. Setiap langkahnya di jalanan Kota Baru adalah bukti bahwa kerja keras dan kejujuran mampu mengalahkan keterbatasan. Ia membuktikan bahwa hidup tidak perlu bergantung pada belas kasihan orang lain.