Lihat ke Halaman Asli

Mengakhiri Kekerasan pada Perempuan

Diperbarui: 6 Januari 2017   22:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya tidak seharusnya lahir sebagai anak perempuan. Sebagai anak kedua dengan kakak seorang perempuan, Bapak berharap saya adalah anak laki-laki yang bisa melengkapi keluarga saat itu. Saking inginnya memiliki anak laki-laki, bapak sampai mencukur pendek rambut saya sejak kecil bahkan hingga sekolah dasar. Pakaian yang saya kenakan juga kebanyakan pakaian anak laki-laki. Mulai dari baju, celana, hingga tali pinggang. Tidak jarang saya disangka betul anak lelaki oleh beberapa kerabat yang berkunjung ke rumah. Pemaksaan tersebut berubah ketika Ibu melahirkan anak berjenis kelamin laki-laki pada persalinan ke empatnya. Rambut saya akhirnya bisa panjang.

Kebanggan akan anak laki-laki dibanding anak perempuan juga terjadi berabad-abad silam paada masa jahiliah, anak perempuan dikubur hidup-hidup karena dianggap aib dan tidak menguntungkan bagi keluarga. Pada masa tersebut, seorang istri bahkan bisa diwariskan pada anak laki-laki. Dari masa ke masa, perempuan tetap mengalami tindakan kekerasan dalam bentuk yang terus bertransformasi dari budaya leluhur hingga jaman modern seperti sekarang. Bersyukur saya hanya dicukur cepak saja oleh Bapak. 

Lembar Fakta Catatan Tahunan (Catahu) 2016 yang dirilis oleh komnas perlindungan perempuan dan anak menyebutkan bahwa 321.752 kasus kekerasan terhadap perempuan terjadi selama tahun 2015. Data tersebut merujuk pada jumlah kasus yang dilaporkan ke pengadilan agama, atau ke  lembaga layanan mitra komnas perempuan. Jumlah ini tentu saja tidak termasuk mereka para perempuan yang mengalami kekerasan dan tidak melaporkan dengan alasan takut atau malu.

Beberapa kasus kekerasan yang terjadi sepanjang tahun 2016 membuat kita bergidik. Mungkin yang masih segar adalah kasus perkosaan dan pembunuhan terhadap anak perempuan yang terjadi di beberapa daerah. Kasus tersebut menyita perhatian publik yang marah dan mendesak pemerintah untuk menghukum pelaku seberat-beratnya. 

Kita tentu saja berharap kasus tersebut tidak lagi terulang. Anak-anak perempuan bisa berangkat ke sekolah dan kembali ke rumah dalam keadaan aman dan selamat. Harapan kita, anak-anak tumbuh dengan perlindungan sebaik-baiknya dari keluarga, lingkungan dan juga dari pemerintah melalui regulasi dan kebijakan yang pro perempuan dan anak. 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline