Hari ini, kita hidup di era di mana zaman lebih "vokal" daripada sebelumnya. Teknologi, media sosial, dan gaya hidup modern hadir menawarkan nilai-nilai baru yang sering kali bertentangan dengan fitrah manusia dan tuntunan agama. Anak-anak, yang seharusnya tumbuh di bawah naungan bimbingan orang tuanya, justru banyak yang diserahkan kepada "pendidikan" zaman tanpa pengawasan. Mereka terpapar pada konten, tren, dan standar yang dibentuk oleh dunia maya, di mana baik dan buruk semakin kabur.
Benarlah apa yang disampaikan oleh Ibnu Khaldun, "Anak yang tidak dididik oleh ibu bapaknya, maka ia akan dididik oleh zamannya." Ucapan ini bukan sekadar peringatan, tetapi juga cerminan dari kenyataan yang terus berulang sepanjang sejarah manusia. Zaman selalu membawa arusnya sendiri, dan di setiap masa, arus tersebut memiliki daya tarik yang kuat, bahkan menyesatkan, bagi generasi yang tidak memiliki pegangan kuat.
Padahal, keluarga adalah institusi pertama dan utama dalam pendidikan anak. Ketika Rasulullah mengajarkan bahwa anak lahir dalam keadaan fitrah, Beliau juga menegaskan bahwa ibu bapaknya yang bertugas menjaga fitrah tersebut. Jika ibu bapak tidak hadir sebagai pendidik utama, maka zaman akan mengambil alih peran itu. Namun, apa yang diajarkan oleh zaman? Zaman mengajarkan kesenangan instan, kebebasan tanpa batas, dan standar kebahagiaan yang dangkal.
Sejarah membuktikan, betapa pentingnya peran keluarga dalam membentuk karakter anak. Lihatlah para sahabat Rasulullah , yang banyak di antara mereka lahir dari keluarga yang penuh dengan teladan iman. Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhuma tumbuh menjadi pribadi yang zuhud dan taat karena bimbingan ayahnya, Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu. Hasan dan Husain radhiyallahu 'anhuma menjadi cucu kesayangan Rasulullah yang dikenal akan keberanian dan ketaqwaannya, karena mereka diasuh dalam rumah tangga yang penuh keimanan.
Lantas, apa yang terjadi jika pendidikan keluarga lemah? Anak-anak akan tumbuh dengan mencari pengaruh dari luar rumah. Mereka belajar dari tren media sosial, dari selebriti yang tidak mengenal batas agama, atau dari lingkungan yang mengajarkan nilai-nilai yang jauh dari Islam. Kita melihat fenomena ini hari ini---anak-anak yang lebih mengenal tokoh dunia maya daripada Rasulullah , yang lebih hafal lagu-lagu viral daripada Al-Qur'an, dan yang lebih sibuk mengejar pengakuan dari pengikut di media sosial daripada keridhaan Allah.
Orang tua tidak boleh lengah. Pendidikan anak bukanlah tugas sekolah, teknologi, atau lingkungan semata. Orang tua adalah pilar utama yang akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah. Rasulullah bersabda, "Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang suami adalah pemimpin bagi keluarganya..." (HR. Bukhari dan Muslim).
Pendidikan anak dimulai dari hal-hal kecil yang sering diabaikan. Bagaimana seorang ibu mengajarkan adab di meja makan, bagaimana seorang ayah menunjukkan kasih sayang kepada ibunya di depan anak-anak, dan bagaimana keluarga bersama-sama meluangkan waktu untuk membaca Al-Qur'an dan shalat berjamaah. Semua itu adalah investasi besar yang akan menjadi tameng anak-anak kita dari pengaruh buruk zaman.
Namun, pendidikan tidak hanya soal menasihati, tetapi juga memberikan teladan nyata. Anak-anak lebih banyak belajar dari apa yang mereka lihat daripada apa yang mereka dengar. Ketika seorang ayah sibuk dengan gawainya, bagaimana anak-anak akan belajar untuk menjadikan Al-Qur'an sebagai pegangan hidup? Ketika seorang ibu lebih sering menghabiskan waktu dengan media sosial, bagaimana anak-anak akan memahami pentingnya perhatian dan kasih sayang dalam keluarga?
Saudaraku, zaman tidak pernah berhenti berjalan, tetapi tugas kita sebagai orang tua adalah memastikan bahwa anak-anak kita memiliki bekal yang cukup untuk menghadapi arusnya. Jangan biarkan mereka menjadi korban zaman, tetapi jadikan mereka generasi yang mampu mengubah zaman dengan cahaya Islam.
Mari kita kembali kepada peran kita sebagai pendidik pertama dan utama. Tanamkan nilai-nilai Islam sejak dini, bukan dengan paksaan, tetapi dengan cinta dan keteladanan. Jadikan rumah kita sebagai madrasah yang penuh dengan ilmu dan adab, sehingga anak-anak merasa aman, nyaman, dan percaya bahwa keluarganya adalah tempat terbaik untuk belajar dan bertumbuh.