Lihat ke Halaman Asli

Cepatlah Pulang Sri!

Diperbarui: 23 Oktober 2016   22:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tangisan anakku kembali menggelegar.

“Ada apa toh kok pagi-pagi udah pada ribut?” Teriak nenek dari dalam dapur.

“Ini loh. David kangen sama emaknya.”Jawabku.

“Mana emak? Mana emak? Aku kangen emak.”

Raungan David terdengar. Beberapa orang yang lewat sempat menoleh ke arah anakku.

“Suruh emak pulang! David kangen sama emak.” David kecilku meraung-raung. Dia tidak mau disuruh berhenti menangis.

“David, sudah jangan nangis ya. Jangan nangis lagi, ya nak. Sini bapak belikan es krim, tapi jangan nangis ya.”

Rupanya tawaranku berhasil. David kecilku memang suka dengan es krim. Maka, aku segera pergi ke tempat penjual es krim dan dengan buru-buru kembali menemui David. Kuberikan es krim kesukaannya. David terdiam.

Anakku bernama David. Nakal. Kata bapakku, ia sangat mirip denganku. Dulu aku juga seperti itu suka minta ini-itu sambil meraung-raung. Aku langsung diam jika aku diberi es krim di tangan. David suka merengek-rengek bila ingat emaknya. Sejak kepergian emaknya 2 tahun silam, David semakin tidak terurus dengan baik. Aku sengaja menitipkannya pada neneknya supaya aku dapat bekerja. Penghasilanku tidaklah seberapa. Kucoba untuk menjadi penjual sayur keliling, tetapi tetap saja tidak mampu menopang kebutuhanku sendiri dan anakku.

Istriku merantau ke Hong Kong. Sudah kutunggu-tunggu selama ini, tapi belum juga mengirimkan uang. Istriku bilang aku harus sabar sebab majikannya pelit. Kucoba untuk bersabar. Tidak lupa kudoakan dia ketika aku mengikuti Misa di kampung agar istriku sehat dan bahagia dalam bekerja.

Lima tahun yang lalu aku berjumpa dengan Sri. Dia adalah bunga desa dari kampung sebelah. Waktu romo paroki mengadakan kunjungan ke stasi di kampung itu, aku ikut. Sebagai anggota mudika, aku aktif dalam berbagai kegiatan. Salah satu kegiatannya perkenalan antar mudika se-paroki. Aku dikenalkan dengan seorang teman. Aku tertarik karena kepribadiannya. Aku juga tahu bahwa dia memang cantik. Tapi aku selalu rendah diri saat bertemu dengannya. Untunglah bahwa orang tuanya serta orang tuaku setuju agar kami menikah. Alasannya sederhana, aku berasal dari keluarga baik-baik dan seiman. Begitulah kisah awalnya aku menjalin relasi dengannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline