Saat ini adalah era yang serba canggih. Era dimana semua hal bisa dijangkau dan dirasakan dengan mudahnya. Hal yang sangat mempengaruhi adalah teknologi. Adanya teknologi yang semakin maju dan pesat menyebabkan inovasi- inovasi baru dalam segala hal. Karena teknologi muncul berawal dari dunia barat. Sehingga memunculkan sebuah fenomena- fenomena yang sudah membudaya dalam budaya barat karena pengaruh teknologi. Pesatnya teknologi menyebabkan sangat cepat tersebar ke seluruh dunia. Akibatnya muncul budaya westernisasi. Dan westernisasi ini sangat cepat berkembang di Indonesia. Dan bahkan westernisasi sudah menjadi trend tersendiri dan sudah melekat dalam diri orang- orang Indonesia. Salah satu trend yang sudah membudaya adalah selfie. Ini juga merupakan sebuah hasil westernisasi dalam hal sosial budaya. Jika kita lihat awal mula selfie itu dikarenakan adanya produk smartphone yang canggih. Ditambah lagi smartphone tersebut mudah dan praktis dibawa kemana-mana. Tidak hanya itu, sekarang ini alat- alat selfie tak hanya menggunakan smartphone saja, ada beberapa alat penunjang agar selfie itu bisa menghasilkan gambar atau foto yang memuaskan, contohnya ada fish eyes, superwide serta GoPro dan sejenisnya, ini juga menjadi penunjang kepraktisan karena kita tidak usah bersusah payah membawa SLR. Kepraktisan ini juga dianggap sangat bermanfaat bagi pengguna smartphone. Dalam pembahasan tersebut berkaitan dengan sebuah teori dalam filsafat.
Teori kebenaran pragmatis , yaitu teori yang membahas tentang benar- tidaknya suatu hal dalam satu teori justru ditentukan bermanfaat-tidaknya suatu teori dalam prastis kehidupan. Benar tidaknya satu teori ditentukan oleh manfaat dan efektifitasnya untuk memecahkan masalah kehidupan sehari- hari. salah satu tokoh pragmatis Schiller menyatakan apa yang berguna adalah benar dan yang tidak berguna adalah salah.
Selfie merupakan salah satu aplikasi dari teori pragmatis. Dalam penerapannya misalnya berselfie di sebuah tempat wisata edukasi contohnya taman pintar di Yogyakarta. Pesan tersirat yang dimaksudkan di taman pintar tersebut adalah bahwa tempat wisata tersebut pada dasarnya tempat wisata yang bersifat edukatif, istilahnya belajar sambil berwisata. Namun, seiring berjalannya waktu dan trend, pesan tersirat tersebut mulai tergeser karena adanya sebuah trend Selfie. Dengan adanya selfie, orang- orang tidak memperdulikan pesan tersirat tersebut. Mereka tak perlu bersusah payah membaca penjelasan yang bersifat edukatif dalam objek- objek yang disajikan di tempat wisata tersebut. Suatu kebenaran menurut mereka itu dengan cara ber-selfie ria, karena dari selfie tersebut mereka sudah bisa menunjukan bahwa mereka pernah berkunjung ke taman pintar, dan itupun dianggap sebuah manfaat dan kebenaran bagi mereka, karena sudah menggunakan kamera smartphone yang lebih praktis untuk berselfie. Yang penting mereka sudah mendapatkan objek dokumentasi dengan objek taman pintar melalui selfie tersebut. Karena sekarang sudah menjadi sebuah hal kekinian jika mengunjungi suatu objek yang dikatakan bagus atau menarik, mereka langsung mengaplikasikan trend selfie tersebut. Dan hal tersebut sudah menjadi fenomena yang terjadi di Indonesia akibat pengaruh globalisasi.
Jadi intinya, kebenaran yang dikandung dalam teori pragmatis itu adalah kebenaran tergantung individu masing- masing. Kegiatan selfie tersebut tidak juga dikatakan salah jika bisa menjadi sebuah manfaat bagi individu itu, apalagi dalam era yang serba praktis ini. Yang penting bagi mereka adalah menggunakan smartphone dalam berselfie, karena smartphone sudah termasuk dalam hal praktis dalam era sekarang ini. Itulah mengapa selfie dikatakan sebagai penerapan aplikasi teori pragmatis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H