Lihat ke Halaman Asli

Dilarang Ngeyel Ngadepi Dewan

Diperbarui: 26 Juni 2015   14:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Atas Nama Rakyat yang Saya Wakili Anda Saya Suruh Korupsi

Jika anda kaum eksekutive, birokrat atau Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), jangan sekali-sekali  mendebat, atau berargumen ndakik-ndakik atau ngeyel. Apalagi  jika anda memang dalam posisi dipanggil demi melapor dan mempertanggungjawabkan kinerja tahunan SKPD yang sampeyan pimpin. Dengerin saja tanggapan para yang terhormat wakil rakyat seusai paparan. Ngeyel boleh saja asal  sampeyan rela merogoh kantung dalam-dalam.

Lho apa salahnya menjawab dan menerangkan atas berbagai pertanyaan dewan terkait laporan yang disampaikan. Nggak ada yang salah Mas, kecuali sampeyan berkantong tebal atau rela merogoh kocek lebih dalam demi memuaskan mitra anda legislative. Demikian parahkah moral wakil rakyat kita? Nggak juga sih, kan hanya one percent dari total dana kegiatan yang dialokasikan? Gampangnya, cukup sediakan 800 juta jika anggaran rutin pembangunan daerah mencapai 800 miliar. Gak percaya? Ini sungguh terjadi.

Nyatanya begini, seminggu kemarin antara Senin hingga Sabtu (24/7), baru berjalan pembahasan LKPJ salah satu  kabupaten kaya migas di Sumatera Selatan. Tentu SKPD berebut duluan agar cepet-cepet menghadap dewan dan menyelesaikan segala sesuatunya. Nah, di tahap ini jangan harap sampeyan  nyelonong untuk paparan. Kecuali sudah deal dengan palak pecong (seorang dewan senior yang sudah ditunjuk untuk nego dengan eksekutive) maka gak mungkin anda dijadwalin. Nego apaan?

Begini Mas, Mbak. Untuk dapat segera memaparkan laporan, deal tentang berapa setoran SKPD kepada segerombolan dewan melalui wakil si palak pecong tadi harus jadi dulu. Misal saja, karena SKPD anda berupa dinas (kepala dinas atau kantor (kakan) tentu berbeda besarannya ketimbang kalau SKPD yang anda pimpin sekedar bagian (kabag). Untuk di daerah yang seminggu lalu berlaku, sepuluh jt untuk dinas dan kantor, dan lima sampai tujuh jt bagi bagian.

Kok begitu? “Iya, saya juga heran. LKPJ ini kan untuk tahun 2009 lalu. Lagipula yang kita laporkan sudah audited by BPK. Mestinya ya gak usah pakai duit lagi wong jatah duit juga sudah kita setor saat pembahasan menjelang anggaran 2009 lalu. Ini kan kita dikadalin, disuruh korupsi. Memangnya duit darimana untuk ngasih-ngasih  mereka itu. Duit negoro to?” kesal seorang SKPD kepada saya.

Dalam pikiran saya, waduuh susah banget ya berantas korupsi kalau begini kenyataannya. Mau bahas program pembangunan harus ngasih duit kepada dewan agar lolos. Sesudah kegiatan berjalan, rampung, usai dan audited by BPK masih ngasih duit lagi. Yen tak pikir-pikir bener juga ya kekesalan SKPD itu? Ngasih duit berjut-jut apa ya mungkin dari kantong pribadi, gaji hasil kerjakeras sendiri. Wah, wah, wah….. Akal-akalan dan ngadalin ini apa hanya terjadi di kabupaten saya ya? Belum lagi sebentar lagi puasa, lebaran. Jangan-jangan masih harus ngemel pakai kado, parcel dan salam tempel. Untung saya hanya wartawan, bukan birokrat atau dewan kayak sampeyan. Sekedar huruf, kata atau kalimat sih sudah tentu sering saya korupsi, saya makan!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline