Filsafat mengajarkan bahwa keadilan harus ditegakkan dengan integritas, objektivitas, dan rasa hormat terhadap hak-hak individu. Ketika seorang Hakim menegaskan dirinya dengan tindakan-tindakan yang tidak etis, itu mengancam integritas institusi peradilan itu sendiri, dan memunculkan keraguan dalam masyarakat terhadap proses hukum. Oleh karena itu, menjaga martabat seorang Hakim adalah esensial dalam mempertahankan keyakinan masyarakat terhadap keadilan.
PMKH (Perbuatan Merendahkan Kehormatan dan Keluhuran Hakim) telah menjadi ancaman serius bagi institusi peradilan. Praktik-praktik yang merendahkan martabat hakim bukan hanya mengancam kebebasan dan independensi para hakim, tetapi juga menghancurkan pondasi kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum secara keseluruhan. Dalam sebuah sistem hukum yang terdapat dalam Keputusan Bersama Ketua Mahkamah RI dan Ketua Komisi Yudisial RI No. 047/KMA/SKB/IV/2009 & 02/SKB/P.KY/IV/2009 Tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH), yang menjelaskan bahwa hakim sebagai penjaga netralitas dan bertugas menjatuhkan putusan hukum yang adil dan berlandaskan pada bukti dan fakta yang ada. Namun, fenomena PMKH dengan cepat mengancam prinsip-prinsip tersebut.
Berbagai perilaku yang termasuk dalam PMKH bertujuan untuk merusak reputasi dan otoritas hakim, sehingga mengganggu kemandirian hakim dalam menjalankan tugasnya. Hakim sering menjadi korban pelecehan verbal dan penghinaan di ruang sidang dengan tujuan mempengaruhi keputusan mereka atau mencegah mereka membuat keputusan yang adil dan tegas. Selain itu, kampanye pencemaran nama baik melalui media sosial maupun penyebaran berita palsu atau fitnah juga semakin populer sebagai alat untuk menggiring opini publik terhadap hakim tertentu.
Dalam kasus yang nyata, serangan terhadap martabat hakim terjadi melalui media digital, di mana pihak tak dikenal dengan mudah menyebarkan opini negatif dan tuduhan palsu terhadap hakim. Seperti yang dilansir dalam laman detiksumut1, adalah ketika seorang Hakim Wahyu Imam Santoso dalam Kasus Pembunuhan Berencana Brigadir J kerap menghadapi ancaman teror dalam bentuk video dari pihak yang tidak menerima dengan putusan vonis yang akan diberikan terhadap Ferdy Sambo. Fitnah dan berita palsu seperti ini dapat menyebar dengan cepat, menyebabkan ketidakpercayaan dan ketidakstabilan dalam sistem peradilan.
Tidak hanya itu, pada tahun 2019 hakim Sunarso dari Pengadilan Negeri Jakarta diserang oleh Pengacara Desrizal Chaniago pada saat proses persidangan, pelaku menyerang hakim dengan memakai tali ikat pinggangnya sehingga hakim mengalami luka-luka. Dari kasus tersebut, menurut penulis pentingnya menjaga marwah institusi peradilan agar esensial untuk menjaga integritas sistem hukum, hak asasi manusia, keadilan, dan stabilitas sosial dan politik dalam sebuah negara. Institusi peradilan yang independen dan adil adalah salah satu tiang utama dalam mendukung masyarakat berdasarkan hukum yang demokratis dan berkeadilan. Jika institusi peradilan tidak dijaga dengan baik, risiko terjadinya ketidakadilan, diskriminasi, atau penyalahgunaan kekuasaan dapat meningkat.
Menjaga marwah institusi peradilan pada dasarnya merupakan pondasi utama keadilan dalam sebuah negara. Kehormatan, kejujuran, dan kemandirian hakim harus dijaga dengan ketat agar rakyat dapat percaya bahwa hukum akan ditegakkan tanpa pandang bulu. "pandang bulu" yang dimaksud adalah tidak membeda-bedakan antara para pihak yang berperkara. Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman pun juga menjelaskan bahwa Negara memberikan jaminan keamanan dan kesejahteraan hakim dan hakim konstitusi dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab penyelenggaraan kekuasaan kehakiman dan jaminan tersebut diatur sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Dalam upaya advokasi hakim, telah diatur dalam Peraturan Komisi Yudisial Nomor 8 Tahun 2013 tentang Advokasi Hakim, di dalam Pengaturan ini dijelaskan beberapa tindakan yang dilakukan oleh Komisi Yudisial diantaranya yaitu pada Pasal 1 ayat (1) Peraturan Komisi Yudisial Nomor 8 Tahun 2013 tentang Advokasi Hakim bahwa Komisi Yudisial akan mengambil langkah hukum dalam hal melaporkan perseorangan, kelompok orang dan badan hukum terkait kepada penegak hukum dan memantau proses hukum sesuai prosedur hukum yang berlaku. Kemudian akan mengambil langkah lain berupa koordinasi, mediasi, konsiliasi dan/atau somasi untuk menjaga kehormatan dan keluhuran martabat Hakim.
Fakta empiris menunjukkan bahwa era media sosial telah memberikan platform yang luas bagi setiap orang untuk berbicara. Media sosial juga menjadi cara yang cepat dan tanpa batas untuk menyebarkan informasi. Tuduhan, fitnah, dan penghinaan terhadap hakim di media sosial membuat fenomena PMKH semakin menonjol. Seringkali, kebebasan berbicara di platform ini disalahgunakan, yang mengancam martabat hakim dan integritas peradilan.
Ketika marwah institusi peradilan terjaga, ini membantu memastikan bahwa masyarakat hidup dalam masyarakat yang berdasarkan hukum, adil, dan demokratis. Oleh karena itu, menjaga independensi, integritas, dan efektivitas institusi peradilan adalah suatu keharusan bagi negara hukum yang berfungsi baik.
Artikel ini bertujuan untuk menggugah kesadaran tentang urgensi PMKH dan mengajak semua pihak untuk berpartisipasi dalam memberantas fenomena yang merusak martabat dan kehormatan para hakim, dan dengan demikian, memperkuat integritas sistem peradilan kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H