Lihat ke Halaman Asli

Arif Al Aziz

Mahasiswa Universitas Negeri Malang

Mengupas Ritual Tradisi Barikan di Daerah Kampung Semar Dusun Baran Wajak Malang

Diperbarui: 5 April 2023   23:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Halo Lokal. Sumber ilustrasi: PEXELS/Ahmad Syahrir

Berbicara mengenai tentang tradisi di Indonesia tentunya kita bisa melihat beberapa praktik atau tradisi budaya yang masih dipelihara dan dijaga oleh masyarakat salah satunya adalah tradisi barikan. Tradisi barikan merupakan suatu tradisi masyarakat Jawa dimana mereka berkumpul di satu tempat dan membawa makanan dari rumah masing-masing dan mengumpulkannya di antara orang banyak, dengan pembacaan doa terlebih dahulu oleh sesepuh atau tokoh masyarakat.

Pada awalnya sebelum mengenal beberapa agama masyarakat jawa sudah menciptakan sistem kepercayaan karena kebutuhan masyarakat Jawa akan keselamatan, keamanan, kemakmuran, ketenteraman dan kehidupan yang tenteram. Sistem kepercayaan animisme dan dinasmisme sangat mengakar dalam kehidupan masyarakat Jawa. Mereka percaya bahwa setiap tempat di dunia ini memiliki penjaga dengan kesaktian dan kepribadian baik dan buruknya.

Menurut salah satu warga dari kampung tersebut bahwa pulau Jawa dulunya terkenal dengan gemah rimpah loh jinawi yang mempunyai arti tentram, makmur dan tanahnya sangat subur. Tetapi, dibalik itu semua pulau Jawa telah dipenuhi oleh jin prayangan dedemit yang artinya penghuni asli pulau Jawa adalah para dedemit atau di sebut dengan jin dan setan.

Dari sinilah terjadi percampuran atau akulturasi antara agama pendatang dan kepercayaan leluhur. Dalam hal ini, tradisi ritual barikan merupakan salah satu tradisi hasil akulturasi budaya yang masih dilestarikan hingga saat ini. Ritual tradisi inilah memiliki beberapa tujuan yakni meminta keselamatan dan perlindungan Tuhan Yang Maha Esa, memberikan kedamaian bagi alam manusia dan mahluk gaib serta terhindar dari segala macam bahaya dari mahluk halus.

Ritual tradisi barikan dilakukan pada malam satu suro yang beranggapan masyarakat Jawa sebagai bulan yang penuh segala bencana. Pelaksanaan ritual tradisi barikan diawali pada siang hari sampai menjelang waktu maghrib dengan pertunjukan kesenian kuda lumping dan bantengan yang merupakan kesenian asli dari kampung itu sendiri. Kemudian, dilanjutkan dengan ritual tradisi barikan pada malam harinya dimana mereka berkumpul di sebuah bangunan yang merupakan pusat ritual tradisi tersebut yakni Tugu Semar. Masyarakat dari beberapa kampung berbondong-bondong menuju tugu semar dengan membawa makanan dari masing-masing rumahnya.

Setelah itu, acara dimulai dengan sambutan dari kepala desa atau dusun dan pemuka agama. Kemudian, pemuka agama melakukan pembacaan doa bersamaan menyalakan kemenyan dan pembuangan sesajen. Selanjutnya, masyarakat saling tukar menukar makanan agar mereka merasakan saling memberi rezeki satu sama lain. Pada akhir acara ditutup dengan pertunjukan seni kuda lumping dan bantengan sampai dini hari.

Ritual tradisi tersebut mereka selengarakan dengan tujuan melakukan tolak balak baik itu yang menyangkut tanaman, hewan, dan manusia serta bentuk ucapan syukur atas hasil pertanian mereka. Menurut warga sekitar, apabila ritual tradisi barikan tidak dilakukan maka mahluk halus akan merusak lahan pertanian dan memberikan bencana bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu ritual tradisi barikan harus tetap terlaksanakan dan juga dilestarikan oleh masyarakat sekitar karena sangat berperan penting dalam kehidupan manusia serta menjaga keseimbangan antara alam manusia dan mahluk halus.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline