Lihat ke Halaman Asli

Jangan Biarkan Dirimu Terbelenggu Masa Lalu

Diperbarui: 26 Juni 2015   09:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com


Selepas menyelesaikan studiku di sebuah pesantren di Jawa Timur selama enam tahun, aku berkeinginan menyelesaikan jenjang pendidikanku ke arah yang lebih tinggi yaitu dibangku perkuliahan. Sejak dipesantern aku mengimpikan untuk dapat kuliah diluar negeri. Memang kebanyakan lulusan dari pesantrenku banyak yang keluar negeri seperti Mesir, Pakistan, Saudi Arabia dan lain-lain, namun aku memiliki tujan lain yaitu ke Eropa tepatnya di Jerman. Setelah menyelesaikan pengabdianku selama satu tahun di Sumatera, aku mencoba untuk mengikuti program sebuah lembaga swasta yang mengirimkan calon mahsiswa-mahsiswa S1 ke Jerman dan Prancis.

Setelah melalui proses yang begitu panjang dan berbelit-belit, karena sebuah masalah yang aku tidak mengerti penyebabnya aku belum dapat meneruskan studiku ke tempat yang akau impikan. Mungkin aku adalah salah satu korban, tapi aku tidak pernah menganggap diriku sebagai korban, meski aku telah bercita-cita ingin kuliah ke Jerman mulai ketika aku duduk dibangku kelas empat pesantren yang setara dengan kelas satu SMA. Terkadang ketika teringat akan hal itu, aku merasa sedih karena aku belum dapat mencapai apa yang aku inginkan. Pengorbanan dan dukungandarikedua orang tuaku terus mengalir untukku, kadang ketika mengingat mereka aku tak menguasa menahan tangis atas apa yang mereka korbankan. Tapi semua itu telah berlalu, the shows must go on dan tidak boleh berhenti sampai disini.

Aku masih teringat akan pesan ibuku, “Nak, kamu anak laki-laki dan masih muda, masa depanmu masih panjang, bergeraklah dan kejarlah apa yang kau cita-citakan, bapak dan ibu pasti akan selalu mendukung dan mendoakanmu selama semua itu baik dan positif untukmu, tentukan langkahmu dari sekarang, jangan biarkan masa lalu membelenggumu, biarlah yang telah berlalu, berlalu”. Seketika aku menetaskan air mataku, tak sanggup aku menahan haru.

Tuhan semoga aku masih kau beri kesempatan untuk membahagiakan mereka.

Tuhan, jangan Engkau memanggil mereka sebelum aku dapat membuat mereka tersenyum bahagia atas kesukesanku…

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline