Lihat ke Halaman Asli

Arieyoko : " Bulan Mengalir "

Diperbarui: 26 Juni 2015   04:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Arieyoko : " Bulan Mengalir "
Mengalirlah hidupku mengalirlah penuh sendeku, pada rumput, pada daun, pada angin, pada lelakon yang kudu penuh lelaku jika ingin : berilmu.
Mengalirlah ilmu mengalirlah, penuh barokah pada hari-hari, pada waktu, pada sejarah, pada zaman yang jumpalitan, layaknya manuk branjangan berterbangan tak keruan, tetap saja kembali ke kandang jati yang bersukma melati.
Mengalirlah melati mengalirlah, pada setiap hati di jejak-jejak matahari, rembulan ataupun jalan-jalan. Jangan gamang pada gebyar sumunar kota-kota, toh tetap saja bakal mati : terkapar.
Mengalirlah kematian mengalirlah penuh suka cita, penuh keindahan, penuh riang tawa. Lantaran hanya sebatas tirai yang sebenar-benarnya antara kamu, aku dan selembar nyawa : titipan ini.
Mengalirlah nyawa titipan mengalirlah toh hanya titipan semata, tanpa garansi, tanpa diskon, demikianlah telah ada sejak tak ada wujud kita
Mengalirlah wujud mengalirlah dalam sujud-sujud dalam wirid-wirid dan sembahku : Gustiku.....

Jonegoro, 20 Oktober 2010 sendeku : menyilangkan tangan di dada lelakon : sejarah hidup lelaku  : melakukan tirakat manuk : burung gebyar sumunar : cahaya gemerlapan sembahku : sujud mencium kaki

[caption id="attachment_114266" align="aligncenter" width="300" caption="Yogya, 26 Januari 2011"][/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline