Lihat ke Halaman Asli

Amplop-in Saya Dong!

Diperbarui: 25 Juni 2015   01:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1345568216606389119

[caption id="attachment_208008" align="alignleft" width="547" caption="kristenkiri.blogspot.com"][/caption] Amplop merupakan sebuah bungkus dari surat atau benda yang dikirimkan lewat pos. Uniknya di Indonesia budaya amplop sangat membumi. Amplop bisa terdiri dari berbagai ukuran dan bisa dikirim via-pos atau juga via-tangan. Owh iya! Amplop di Indonesia mempunyai fungsi spesial lowh di tengah-tengah masyarakat kita (Indonesia). Bahasa fungsionalnya adalah untuk shake-hand alias jabat tangan. Jabat tangan di Indonesia dengan amplop dapat memperlancar komunikasi dan persahabatan kepentingan. Pasti anda akan bertanya: "Lowh koq bisa?" Ya, bisa donk say [...] Amplopnya kan berisi uang, bentuknya bisa rupiah, cek tunai, ataupun giro. Di Indonesia untuk pejabat kelas atas biasanya penyalahgunaan amplop adalah untuk memperhalus perkara suap-menyuap. Kalau suap-menyuap kelas jalanan biasanya langsung tanpa bungkusan 'amplop', misalnya: [1] Jika anda kena tilang pak polisi yang lulusan secaba, cukup pergi ke pos polisi lalu dikira-kira saja suapnya, kalau sepeda motor ya bayar antara 20 ribu sampe 100 ribuan, mahalnya tergantung jenis kendaraan dan pelanggaran anda; [2] Agar cepat mengurus KTP, cukup layangkan sekitar 20-50 ribuan untuk semakin mempermudah pengurusannya, dstnya. Nah, hari ini yang kita bahas adalah amplop untuk kelas "penjahat kerah putih". Apa itu penjahat kerah putih? Kalau anda pernah belajar Sosiologi, Edwin Sutherland di tahun 1993 pernah mempopulerkan istilah ini untuk para penjahat yang melanggengkan kejahatan dan budaya yang lebih terarah kepada penyalahgunaan wewenang jabatan publik. Ya intinya sama saja, yang namanya "maling ya tetaplah maling". Perbedaannya kalau di wilayah penjahat kelas putih, malingnya  semakin elite dan berbeda dengan maling kelas ecek-ecek yang hanya bisa menjadi pencuri ayam, pencuri pisang, hingga pencuri celana dalam, dstnya. Amplop yang berisi uang ini sebenarnya tidaklah 100% salah. Akan tetapi ketika sang amplop berada dalam kultural masyarakat korup maka hal itu menjadi berbeda. Mengapa berbeda? Secara berantai maka tidak bisa ditampik bahwa akan terjadi sinkronisasi antara sang penerima & sang pemberi. Sinkronisasi tersebut akan membawa kita terhadap pembelajaran tingkat awal untuk menjadi penjahat kerah putih oleh karena "amplop selalu membutuhkan motif." Belajar menjadi penjahat kerah putih bisa dimulai ketika anda mulai menjabat jabatan penting di masyarakat, misalnya: Presiden, Gubernur, Walikota, Bupati, Pendeta, dstnya. Sudahkah anda menerima amplop hari ini?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline