Pelanggaran etika yang dilakukan Uniqlo terhadap pekerjanya
Akhir akhir ini terjadi pelanggaran etika yang di lakukan oleh perusahaan terhadap pekerjanya. Selain pelanggaran yang berpengaruh kepada lingkungan yaitu pembuangan limbah sisa-sisa produksi yang di buang sembarangan, dan hasil gas pembuangan yang menyebabkan polusi udara yang menimbulkan bau yang tidak sedap, terjadi pula pelanggaran-pelanggaran etika yang di lakukan oleh perusahaan seperti pemutusan kontrak secara sepihak terhadap karyawan dan tidak di bayarkanya gaji karyawan yang sudah menjadi haknya dalam bekerja.
Perusahaan fast retailing ini merupakan perusahaan brand pakaian yang terkenal di Indonesia maupun di dunia, nama perusahaanya adalah UNIQLO. Uniqlo adalah perusahaan yang berasal dari Jepang yang bergerak pada bidang perencanaan produk, produksi, dan distribusi pakaian kasual. Uniqlo merupakan singkatan dari Unique Clothing yang di dirikan oleh seorang pengusaha yang bernama Tadashi Yanai pada 7 Februari 1949. Perusaahan ini sudah sangat lama menekuni di bidang pakaian yang sudah terbukti menghasilkan produk-produk yang berkualitas terbaik, selain itu perusahaan ini selalu menghadirkan inovasi-inovasi terbaru yang banyak disukai oleh para konsumennya. Karena hal itulah Uniqlo menjadi brand pakaian yang sangat besar di dunia.
Namun, pada akhir akhir ini terdengar kasus yang sangat kurang mengenakan yang dilakukan oleh perusahaan fashion tersebut. Pelanggaran itu adalah pemutusan hubungan kerja secara sepihak tanpa adanya informasi yang di berikan oleh pihak perusahaan kepada para pekerjanya. Selain itu mereka juga tidak membayarkan gaji dan tidak memberikan pesangon kepada para pekerjanya yang telah di putus kontrak kerjanya. Pemutusan kontrak terjadi terhadap sekitar 2000 orang yang mayoritas adalah pekerja perempuan setelah penutupan pabrik Jaba Garmindo yang sangat mendadak pada tahun 2015. Jaba Garmanindo adalah pemasok utama pada Uniqlo, menurut Clean Clothes yang di kutip dari situs viva.co.id baru -- baru ini.
Dampak dari pemutusan kontrak secara sepihak tersebut juga di alami oleh pekerja yang berasal dari Indonesia yaitu Warni dan Yayat. Keduanya merupakan pekerja dari Jaba Garmindo yang tidak membayarkan gaji karyawannya karena adanya pemutusan kontrak oleh Uniqlo. Para pekerja tersebut menuntut kepada Uniqlo agar memberikan kejelasan terhadap gaji yang tidak di bayarkan kepada para pekerjanya. Warni dan Yayat melakukan demo Bersama perkerja lainya yang juga terkena pemutusan kontrak tersebut di depan toko Uniqlo yang akan dibuka di Denmark. Rencananya pembukaan itu yang rencanya akan di hadiri oleh pendiri dari Uniqlo yaitu Tadashi Yanai dan mereka akan menuntut untuk di bayarkan gaji yang tidak diberikan oleh perusahaan tersebut. Namun pihak Uniqlo tetap masih menolak untuk membayarkannya.
Melihat kasus yang terjadi pada Uniqlo, semestinya mereka tidak melakukan pelanggaran etika tersebut yang sudah sangat melukai banyak pekerjanya. Selain perusahaan yang tidak melakukan pelanggaran terhadap pekerja dan lebih memperhatikan hak-hak pekerjanya, pemerintah juga harus ikut andil dalam kasus-kasus yang melanggar hak pekerjanya. Upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah yaitu membuat peraturan yang menjadi jaminan agar para pekerja merasa aman. Dan juga pemerintah melakukan tindakan-tindakan terhadap perusahaan yang melakukan pelanggaran terhadap pekerja dengan memberikan sanksi atau pun bahkan bisa mencabut izin perusahaan tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H