Dimmy tidak mempedulikan ocehan temannya itu. Saat ini dirinya hanya mengkonsentrasikan diri pada sebuah benda yang bernama kamera. Benda tersebut harus segera dikembalikan kepada Pak Par. Jika tidak jangan harap dirinya akan selamat dari suara keras Pak Par yang mengalahkan kerasnya suara toa demonstran di depan gedung DPR. Mungkin sebaiknya para demonstran tidak perlu membawa toa dalam melakukan demonstrasi, membawa Pak Par sepertinya sudah cukup.
"Ada ga Dim?"
"Entar dulu dong ah, ga sabaran banget sih lu." Dimmy menjawab dengan ketus.
Tidak lama kemudian bel sekolah mulai berbunyi dan siswa-siswa Pejuang Muda mulai memasuki ruangan sekolah. Dengan terpaksa Dimmy merapikan barang-barang bawaannya yang masih berantakan. Sebenarnya tas tersebut lebih mirip tempat sampah daripada tas sekolah. Dengan perasaan kesal ia harus menerima kenyataan bahwa kamera sekolah masih tertinggal di rumah.
"Selamat pagi anak-anak." Ibu Luri sudah berada di depan kelas bersiap-siap memulai pelajaran kimia.
"Dim, gua liat seharian ini muka lu keliatannya ga ceria banget sih?"
"Iya nih Net. Kamera sekolah ketinggalan di rumah. Gua harus buru-buru ambil kameranya sebelum pak Par nemuin gua." Dimmy bergegas merapikan buku-buku pelajarannya lima menit setelah bel tanda usai belajar berbunyi.
"Lu mau langsung pulang Dim? Ntar kalo Pak Par tanyain lu gua harus jawab apa?"
"Bilang aja gua ambil kamera di rumah." Netnet masih duduk di kursinya setelah Dimmy meninggalkan dirinya dengan kelebatan Spidey nya.
"Tuh anak kayaknya kalo sehari ga ribet gatel kali ya?"
"MAAA....liat kamera yang kemaren ada di meja belajar Dimmy ga?" Dimmy terlihat sibuk mencari-cari sebuah benda di meja belajarnya.