Masih lekat dalam ingatan saya, kala itu hari Minggu, 1 Desember 2019. Sesaat setelah berolah raga pagi, saya dikejutkan oleh sebuah email dari Jey Lo - sahabat saya yang bermukim di Propinsi Hubei, Tiongkok.
Tak biasanya ia berbicara dengan saya melalui email sebab biasanya hanya menggunakan aplikasi whechat. Hati kecil saya mengatakan 'pasti ada hal yang tak beres'.
Isi surelnya-pun sangat singkat "Aries, ada virus mematikan di propinsi kami, mirip seperti influenza; tenggorokan sakit, demam tinggi hingga di atas 39, semua tulang sakit dan sulit bernapas. Tolong informasikan ke orang tua saya di Taiwan, Terima kasih".
Setelah menyampaikan berita kepada orang tuanya, sebagai periset saya mencurahkan pemikiran untuk mempelajari virus tersebut. Dengan latar belakang bukan dari dunia medis, cukup sulit bagi saya untuk mempelajarinya.
Saya mengajak Samuel, kolega saya yang berlatar belakang farmasi. Melalui tuntunannya, kurang dari satu minggu, kami berhasil memperoleh gambaran tentang virus yang kala itu masih dikenal dengan istilah novel-Corona (nCoV).
Penelusuran kami tertahan pada beberapa jurnal yang membahas tentang virus yang menyerang sistim respirasi kita. Virus yang kini kita kenal dengan Covid-19 merupakan anggota dari keluarga Corona.
Anda mungkin masih ingat dengan virus yang kita kenal dengan istilah SARS atau MERS yang pernah juga menjadi pandemi global beberapa tahun lalu.
SARS adalah Severe Acute Respiratory Syndrome Coronaviruses yang dalam istilah medis disebut dengan SARS-CoV. Sedangkan MERS adalah Middle East Respiratory Syndrome Coronaviruses (MERS-CoV). Melalui temuan sederhana ini, kami akhirnya menelusuri kemungkinan penyebaran virus, apakah hanya dari binatang ke manusia atau sudah mampu berpindah dari satu penderita kepada orang lain dalam lingkungannya?
Cukup sulit melakukan penelusuran terlebih dengan pengetahuan medis yang nol. Akhirnya kami berhasil menemukan riset yang mengatakan bahwa dalam skenario percobaan di laboratorium yang menggunakan tikus sebagai percobaan, Coronaviruses terlihat dapat menyebar melalui kontak dengan penderita. Artinya, ketika penderita sudah diisolasi maka potensi penularan dapat diminimalkan.
Selanjutnya dari hasil riset yang lain terdapat temuan bahwa proses penularan cukup berisiko bila daya tahan tubuh kita lemah atau memiliki riwayat penyakit sebelumnya, seperti diabetes, darah tinggi atau sakit jantung. Kuncinya adalah ketika pola hidup kurang terjaga maka kekuatan penyakit yang saya sebutkan tadi akan meningkat. Pada kondisi itulah daya tahan tubuh melemah sehingga virus corona dapat dengan mudah berpindah.
Kami-pun berpikir 'bagaimana dengan keselamatan para tenaga medis yang menjadi pejuang di garis depan?'. Sebab berbeda dengan coronaviruses lainnya, virus yang satu ini belum juga dapat ditemukan antivirus atau vaksin-nya. Sehingga langkah potensial yang dapat dilakukan adalah dengan memperkuat daya tahan tubuh agar mengurangi potensi terkena virus.