"Mari sopan kepada alam, mari tak menyebut erupsi gunung, banjir, longsor dan lainnya sebagai bencana. Itu toh cuma cara alam mencapai keseimbangan baru melalui proses fisika-kimia yang logis. Kenapa gak kita sebut sebagai sabda alam? Kenapa kok secara 'kurang ajar' kita sebut bencana alam!"
Itu merupakan salah satu gagasan yang dituliskannya di Twitter melalui akun Jack Separo Gendeng. Pernyataan itu membuka ruang diskursus bagi banyak kalangan. Banyak golongan yang mencoba menangkap fenomena alam dengan kacamatanya masing-masing.
Ada sebagian orang yang tiba pada kesimpulan teologis bahwa setiap musibah dan bencana yang terjadi di suatu negara. Itu semua merupakan teguran dari Yang Maha Kuasa.
Ada yang beranggapan bahwa itu merupakan hukum kausalitas (sebab-akibat) dari apa yang diperbuat manusia kepada alam. Dan masih banyak pandangan lainnya.
Mbah Tejo begitulah sapaan banyak orang, memiliki pemikiran yang cukup nyentrik dan keluar dari cara berfikir mayoritas. Salah satu contohnya ketika ia mengenyam pendidikan di Institut Teknologi Bandung (ITB).
Tak tanggung-tanggung, ia mengambil 2 jurusan yang tidak bisa dianggap ringan yaitu jurusan Teknik Sipil dan juga jurusan Matematika, namun diantara keduanya tidak ada yang ia tuntaskan dan membuahkan gelar sarjana.
Namun ketika Mbah Tejo diundang menjadi pembicara di sebuah acara TEDxBandung 'Math finding harmony in chaos'. Ia mengutarakan alasannya tidak menuntaskan pendidikannya, "Karna bagi saya, orang yang selesai kuliah itu orang yang meneruskan sejarah tapi orang yang DO (Drop Out) itu orang yang menjebol sejarah".
Kembali pada penjelannya tentang 'sabda alam'. Mbah Tejo dalam tulisan Talijiwo yang diunggah Rubrik Jawa Pos menuliskan cerita perwayangan 'Durangpo Jawa', yang dipelopori oleh tokoh wayang seperti Petruk, Bagong dan kawan kawan. Cerita itu menjelaskan sebab-akibat dari menyebut istilah bencana alam.
Padepokan, di perbatasan Amarta-Astina geger. Terutama Jurusan Ketabibannya. Cikal bakal Universitas di berbagai dunia itu ribut karena tiba-tiba ada pasien muncul punya daun telinga, punya gendang telinga, punya saraf pendengaran yang lengkap, wah pokoke punya segala tetapi waladah kok budeg?
Padahal, belum pernah ada penelitian soal itu. Yang sudah-sudah, penelitian dilakukan terhadap orang-orang yang menderita gangguan pendengaran tetapi organ pendengarannya memang terganggu. Obat-obatan termasuk alat sedot cairan telinga ditemukan dan dikembangkan dari penelitian itu. Kasus ini lain dari biasanya.