Lihat ke Halaman Asli

Puas dan Bersyukur

Diperbarui: 26 Juni 2015   09:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1294107454234411502

Masa pergantian tahun menggugah kita untuk merenungkan masa lalu dan masa depan. Kita mengenang kembali peristiwa dan pencapaian yang telah terjadi sepanjang tahun lalu. Kita juga menggagas harapan dan rencana akan apa yang hendak kita kerjakan pada tahun yang baru.

Ada orang yang terbuai oleh masa lalu. Mereka suka mengingat-ingat prestasi hebat yang telah mereka raih pada waktu lampau. Namun, mereka berpuas diri dan berhenti hanya sampai di situ, tidak lagi berminat mengembangkan dan meningkatkan kapasitas diri. Sebaliknya, ada pula yang terpaku pada masa depan. Mereka penuh gagasan dan impian besar, namun tidak meluangkan waktu untuk menyusun strategi dan bertindak mewujudkannya. Mereka hidup dalam dunia khayalan.

Bagaimana menghindari kedua jenis perangkap tersebut? Kita dapat melakukannya dengan belajar mengenakan paradigma Ebenezer atau Eben-Haezer.

Eben-Haezer mengacu pada monumen batu yang didirikan Samuel setelah Tuhan menolong bangsa Israel mengalahkan bangsa Filistin di Mizpa. ”Sampai di sini Tuhan menolong kita,” kata Samuel. Dengan monumen itu, bangsa Israel akan diingatkan bahwa sebagaimana Tuhan menolong mereka pada masa lalu, Tuhan juga akan menolong mereka dalam menghadapi tantangan pada masa kini dan masa depan.

Kita juga dapat memetik pelajaran dari peristiwa Eben-Haezer itu. Kita dapat mengembangkan paradigma Eben-Haezer, yaitu sikap hidup yang bersyukur dan puas, namun tidak berpuas diri.

Bersyukur---kita mensyukuri penyertaan Tuhan pada masa lalu. Dengan mengingat kebaikan Tuhan yang telah kita alami pada tahun-tahun terdahulu, kita akan dikuatkan dalam menghadapi tantangan pada tahun baru ini. Tuhan tidak pernah berubah. Kalau dulu Dia telah menolong kita, sekarang dan sampai selama-lamanya Dia juga akan menyediakan pertolongan bagi kita. Kesadaran ini akan memberikan ketenteraman dan sukacita untuk menjalani hari-hari kita.

Puas---kita mendapatkan kepuasan atas prestasi yang telah kita capai sejauh ini. Prestasi itu bukan hanya menunjukkan taraf pencapaian kita, namun juga menandakan penyertaan Tuhan dalam hidup kita. Anugerah dan kekuatan Tuhanlah yang memampukan kita meraihnya.

Namun, kita tidak berpuas diri. Dengan menyadari bahwa Tuhan akan selalu menyertai, kita tidak gentar untuk memperbaiki dan meningkatkan diri. Kita sadar bahwa Tuhan belum ”selesai” dengan kita. Kita membuka diri untuk terus dibentuk, dimurnikan, dan didewakan. Seiring dengan itu, kita dapat mencetak prestasi yang lebih baik lagi dan mendatangkan kemuliaan yang semakin besar bagi Tuhan.

Tahun ini saya juga belajar mengenakan paradigma Ebenezer. Saya bersyukur Tuhan telah memberi saya kesempatan menerbitkan dua puluh enam buku sampai akhir 2010. Saya puas dapat memberkati orang lain melalui tulisan, dan secara finansial honorarium menulis dapat mencukupkan kebutuhan kami sekeluarga.

Namun, saya ingin terus mengembangkan diri dan meregakan kemampuan lebih jauh. Selama ini sebagian besar buku saya berupa kumpulan tulisan. Tahun ini saya ingin lebih berfokus menulis buku yang memuat suatu ide tertentu secara utuh.

Bagaimana dengan Anda? Mari kita berseru bersama dengan pemazmur, ”Pujilah TUHAN, hai jiwaku! Pujilah nama-Nya yang kudus, hai segenap batinku! Pujilah TUHAN, hai jiwaku, dan janganlah lupakan segala kebaikan-Nya!” ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline