Lihat ke Halaman Asli

Alexander Arie

TERVERIFIKASI

Lulusan Apoteker dan Ilmu Administrasi

Tren 2021 Lanjutan 2020: Pamer Portofolio Saham

Diperbarui: 6 Januari 2021   00:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Kompas.com

Pada awal tahun, mulai tampak bahwa ada tren 2021 yang melanjutkan perkembangan tahun 2020 yaitu main saham. Data tahun lalu memang luar biasa karena per 10 Desember 2020 sudah ada 3,6 juta investor yang dihitung dari Single Investor Indentification (SID). Sebagai pemain recehan, saya melihat fenomena ini muncul sejak Maret 2020 ketika bursa saham Indonesia amblas nggak kira-kira. Nah, sesudah itu, terjadi kenaikan signifikan sampai akhirnya sempat tembus kembali ke 6000 pada akhir tahun. Ya, dua kali lipat dalam waktu kurang setahun.

Bagi yang masuk di bulan Maret bakal merasakan keuntungan gila-gilaan. Saya sih ada untung sedikit di saham, tapi lumayan banyak di reksadana. Ketika itu, uangnya buat bayar renovasi jadi saya nggak berani main-main di instrumen yang punya risiko tinggi.

Sejumlah saham seperti ANTM dan BRIS juga nilainya menjadi berlipat. Walhasil, yang hijau-hijau itu sering sekali dipamerkan di media sosial. Kebetulan pula akun-akun sekuritas juga cukup tanggap dengan kondisi sehingga membuka pendaftaran, membuat kelas-kelas saham, mengadakan grup-grup chat, dll.

Bagi saya, ini tampak menyenangkan.

Kita selalu bilang bahwa kekuatan negeri ini adalah UMKM dan konsumsi. Artinya? Ya karena uangnya beredar di akar rumput, bukan di instrumen-instrumen yang berkorelasi pada angka makro seperti di saham. Artinya lagi, sebenarnya kita itu ada uang tapi sedikit-sedikit. Cuma, sedikit tapi di banyak orang kan sebenarnya luar biasa potensinya.

Soal utang negara, misalnya. Kalau pembelian minimal Surat Berharga Negara adalah 1 juta rupiah dan ada 50 juta penduduk yang membeli dengan masing-masing pembelian minimal maka sudah terkumpul 50 Triliun uang masyarakat. Kita nggak usah khawatir negara berhutang karena toh berhutangnya ke rakyat sendiri dan rakyatnya juga dapat kuponnya. Alias, uangnya nggak kemana-mana.

Demikian pula dengan saham ini. Kalau dulu peran asing begitu tampak. Sekarang ya masih, tapi melihat kenaikan investor ritel domestik ada potensi untuk menguasai keadaan.

Hanya saja, investor ritel tidaklah sesederhana itu. Banyak yang join karena tergiur untuk besar tanpa cukup paham risikonya. Saya mendengar pula bahwa ada yang berhutang untuk main saham. Dalam pembelajaran saya, main saham itu nggak boleh pakai uang panas alias uang kebutuhan sehari-hari, apalagi uang ngutang.

Pada periode bullish seperti tahun 2020 lepas bulan Maret ya mungkin enak. Teman saya di grup bilang bahwa anaknya yang masih TK juga kalau pasang di bulan Maret, maka pada bulan September pasti ada yang plus. Namun pasar kan tidak seiindah itu. Paling simpel ya lihat di bulan Maret 2020 ketika portofolio saya yang hijau-hijau amblas semua dan beberapa kemudian terpaksa di cutloss. Bahkan sampai sekarang masih ada yang nyangkut. Heuheu.

Satu hal yang penting adalah agar komunitas saham tetap memberi informasi yang benar perihal risiko. Keinginan untuk pamer portofolio maupun tergiur untuk untung besar dapat membuat para pemain baru yang belum mahfum benar risiko main saham bakal terjebak dan salah-salah kondisinya bisa berbalik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline