Lihat ke Halaman Asli

Alexander Arie

TERVERIFIKASI

Lulusan Apoteker dan Ilmu Administrasi

Berobat di Indonesia, Nyaman?

Diperbarui: 25 Juni 2015   00:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Topik Freez kali ini, kalau meminjam bahasa anak Twitter, benar-benar anti mainstream. Ya bagaimanapun image berobat di luar negeri itu bagus sudah terang benderang. Bahkan beberapa kenalan saya bilang kalau operasi di negeri tetangga itu lebih murah dan lebih nyaman daripada di negeri sendiri.

Nah, lantas apa nyamannya berobat di Indonesia?

Syukurlah saya nggak punya banyak pengalaman dengan Rumah Sakit. Saya memang beberapa kali berurusan dengan tempat ini, tapi nggak banyak. Sekali opname, sekali periksa ke poliklinik, beberapa kali membesuk, dan beberapa kali juga ngopeni teman dan kakek/nenek yang opname. Berikut tak bahas beberapa bagiannya ya.

UGD

Saya masuk di UGD ini sebagai pasien dan sebagai teman yang ngopeni. Sewaktu masuk UGD di sebuah RS Swasta di Palembang, saya merasakan penanganan cepat dari dokter jaga sehingga kemudian gejala vomit saya bisa reda seketika. Dokter jaga cewek itu juga tidak mempermasalahkan saya yang 'sendirian' (hanya diantar supir kantor). Segala prosedur bisa diurus oleh supir kantor sebelum siang harinya bos saya datang membereskan keadaan. *kangen bos lama* hahaha..

Kali lain saya ke UGD karena panggilan seorang teman yang masuk UGD untuk penyakit yang tidak jelas. Saya membantu ngopeni saja karena katanya waktu itu istrinya hamil muda dan hari sudah malam, jadi tugas saya sebenarnya nunggu dia dapat kamar dan mengantar istrinya pulang ke rumah. Disini saya juga merasakan bahwa ada usaha yang cukup dari pelayanan di RS untuk memberikan service terbaik pada pasiennya.

Hal yang sama juga saya rasakan ketika ada teman yang mendadak hipoglikemia, diduga kebanyakan insulin karena teman ini adalah penderita DM Tipe I. Penanganannya lumayan cepat, tapi memang yang bikin miris adalah waktu mau pasang jarum infus yang meleset berkali-kali sampai berbekas banyak. Ya, memang, memasang infus untuk orang yang tidak sadar itu jauh lebih sulit.

Obat

Nah, perkara ini yang menjadi nilai minus--bagi saya--untuk pengobatan di Indonesia. Saya apoteker, jadi saya punya kecenderungan untuk bertanya obat apa yang saya makan. Malah kadang, ini pasti gejala tenaga kesehatan lain juga, ngeyel nggak perlu makan suatu obat. Orang kalau sudah tahu itu justru banyak ngeyelnya. Masih jarang perawat yang memberi obat untuk menjelaskan khasiat dari obat-obat yang diminum oleh pasien. Tapi, kalau ditanya, ada juga kok perawat yang baik hati memberi tahu dan menjelaskan soal ini kepada pasiennya.

Soal obat ini juga, saya punya cerita menarik. Ketika opname, saya ditanya dokter--karena tahu saya apoteker--"mau obat dari pabrikmu atau obat basing basing?". Saya dengan pede dan penuh percaya diri mengambil opsi pertama tanpa sadar kalau obat-obatan itu nggak masuk list obat yang ditanggung asuransi. Hahahaha.. Jadilah saya membayar obat-obatan itu sendiri :)

Pelayanan Rohani

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline