Lihat ke Halaman Asli

Alexander Arie

TERVERIFIKASI

Lulusan Apoteker dan Ilmu Administrasi

Mencintai Sepakbola

Diperbarui: 25 Juni 2015   04:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Esensi sepakbola mungkin adalah pertandingan, ketika dua tim, masing-masing sebelas pemain, diadu dan dipilih yang terbaik. Esensi sepakbola bagi para fans mungkin adalah soal kecintaan, ketika kemenangan tim idola menjadi harga mati. Tapi sejatinya, hal paling mendasar bagi para fans adalah mencintai sepakbola.

Jujur nih, saya baru dua kali menonton sepakbola langsung di stadion. Yang pertama itu setahun yang lalu di Gelora Sriwijaya Jakabaring Palembang. Pertandingan antara Indonesia melawan Turkmenistan. Waktu itu Indonesia sedang hot-hotnya dalam asuhan Alfred Riedl. Yang kedua, baru beberapa waktu silam, pertandingan antara Inter Milan dengan Tim Nasional Indonesia.

Di Palembang, dengan euforia nyaris juaranya tim nasional di AFF, animo masyarakat lumayan besar. Saya bergegas pulang kantor dan beranjak ke stadion yang lumayan jauh dari mess kantor waktu itu. Bersama tiga teman lainnya kami berangkat.

Nah, kami berangkat dengan sepeda motor. Dan entah sudah menjadi rahasia umum atau tidak, kasus curanmor selama pertandingan sepakbola itu menjadi kekhawatiran tersendiri. Untunglah, teman saya, si Jack adalah penonton setia Sriwijaya FC. Jadilah dia dengan suka hati membawa rantai besar plus mencari tempat parkir yang bisa dikatakan aman.

Pertandingannya? Diawali dengan gol cantik Titus Bonai, Indonesia akhirnya malah kandas 1-3. Diawali dengan riuh rendah lagu Indonesia Raya, namun diselingi dengan tepukan kepada permainan cantik Turkmenistan. Kenapa? Indonesia bermain kurang greget waktu itu. Maka, ketika gol ketiga, penonton bukannya mengeluh kecewa, tapi tepuk tangan. Pun ketika pertandingan berakhir.

Apa poin disini?

Cinta sepakbola itu cinta permainannya. Kadang, ketika kita sudah malas dengan permainan tim yang kita dukung, menjadi pecinta sepakbola itu ada indahnya kok. Bertepuk tangan pada lawan adalah bentuk tamparan paling keras bagi tim yang kita dukung untuk berjuang mendapatkan kembali tepuk tangan itu.

Itu kisah 2011.

Di 2012, saya dapat tawaran menarik dari teman untuk nonton di GBK. Lewat perjuangan lumayan keras saya akhirnya sampai jam 4 sore di GBK dan bertemu dua teman di depan patung. Saya nggak bawa apa-apa, tapi entah kenapa, pernak pernik yang beredar mulai menggoda.

Meski itu tanggal 26, akhir bulan, belum gajian pula, saya putuskan untuk membeli sebuah topi dan sebuah syal, mendukung kostum yang saya pakai, Inter Milan.

Nah, setengah 5, kami masuk. Sepi sekali stadion kala itu. Ehm yang unik, di depan kami disuruh menghabiskan minuman dan tidak membawa botol minum ke dalam. Begitu naik ke tribun sektor 13, eh, malah ada yang jual minuman dengan harga waw! Apa yang begini hanya ada di Indonesia ya? Hehehe...

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline