Lihat ke Halaman Asli

Alexander Arie

TERVERIFIKASI

Lulusan Apoteker dan Ilmu Administrasi

Aek Latong, Neraka Jalanan

Diperbarui: 25 Juni 2015   21:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1325559182301542674

Tulisan ini adalah bagian dari kisah perjalanan liburan saya 24 Desember 2011 sampai 1 Januari 2012 yang lalu. Cerita lain akan disampaikan dalam tulisan yang terpisah dan tidak urut kronologisnya. Tengah malam di Padangsidimpuan, saya dibangunkan orang tua untuk memulai perjalanan menuju Bonandolok. Estimasinya, dengan memulai perjalanan pada tengah malam, maka kami akan sampai ke Bonandolok pada pagi hari sehingga seluruh kegiatan yang diagendakan bisa dilaksanakan dengan baik. [caption id="attachment_153479" align="aligncenter" width="340" caption="sumber: sumutcyber.com"][/caption] Karena tengah malam, saya tentu lebih memilih tidur. Tapi kemudian saya terbangun oleh kondisi jalan yang alamkjang. Saya yang duduk tepat di atas ban belakang beberapa kali tergoncang dan bangun. Saya tanya ke Pak Uda (bahasa kerennya: Om) yang membawa mobil ini, ia menjawab bahwa saat ini sedang lewat Aek Latong. Dan tidak lupa ia menunjuk lokasi jatuhnya bis ALS pertengahan 2011 silam. Oalahhh... Lokasi yang dulu hanya saya baca di berita, sekarang ada di depan mata! Menurut informasi yang saya dapat, Latong merupakan jenis tumbuhan beracun yang sering disebut Klatang. Tumbuhan ini hanya ditemukan di daerah tropis. Katanya, jika kulit tersentuh daunnya saja maka sudah menimbulkan panas dan selalu ada rasa ingin menggaruk. Aek adalah bahasa Batak dari air. Kalau ditinjau dari etimologis ini, Aek Latong bermakna Air Klatang. Dari nama tempatnya saja sudah mengesankan kurang enak. Aek Latong adalah nama desa di Tapanuli Selatan, 5 kilometer dari Sipirok. Berada di lereng Bukit Barisan dan berdekatan dengan Desa ini pernah dihuni 27 kepala keluarga. Tahun 2000, desa ini retak dan seluruh rumah rata dengan tanah. Fenomena semacam gempa ini membuat Pemkab memindahkan seluruh warga ke desa lain. Maka Aek Latong tinggallah jalan tanpa penghuni di sekitarnya. Tanjakan maut yang membuat ALS tidak sanggup menggapainya dan kemudian atret ke jurang memang sudah dipangkas dan dipindahkan ke bagian bawah. Itu kenapa kemudian saya melihat semacam tidak ada yang aneh di tempat ALS kecelakaan itu. Ternyata demikian. Tapi jangan salah, pada 26 Desember pagi buta itu, saya sempat melihat sebuah pick up ngos-ngosan untuk naik tanjakan yang sama. Pick up itu mengulang sampai 4 kali untuk kemudian sampai ke bagian atas. Satu hal yang pasti, selama saya bertemu dengan jalanan, ini layak disebut neraka. Penerangan jalan minim dengan kondisi jalanan yang sama sekali tidak ada tempat rata. Belum lagi lumpur yang siap muncul kalau ada hujan. Dan akan halnya jalanan Indonesia lainnya, saya juga sempat bertemu dua orang dengan muka seolah-olah kecelakaan dengan luka-lukaan di kepala yang mencegat mobil kami. Untunglah Pak Uda adalah supir berpengalaman, sehingga tahu mengelakkan ancaman seperti ini. Jangan lupa, bahkan KNKT sudah menyatakan bahwa Aek Latong tidak layak dilintasi. Jalanan Aek Latong ini bisa dikatakan baru, karena dulu akses ke Dolok Sanggul adalah via Sibolga-Tarutung. Mungkin memang kontur  tanahnya tidak sesuai untuk jalanan. Maka, akan lebih baik kalau akses lain bisa dipertimbangkan. Mungkin, jika memang perlu membabat hutan lindung sedikit untuk akses jalan, itu bisa jauh lebih baik ketimbang kita menunggu korban di jalur neraka ini. Entahlah, mungkin itu pikiran saya yang terbiasa jalan cukup mulus di sekitar ibukota saja. Bersyukur bahwa jalur ngeri ini bisa dilewati dengan baik sampai kemudian berhenti di Silangkitang untuk minum kopi sejenak sebelum melanjutkan perjalanan kembali ke Dolok Sanggul dan kemudian ke Bonandolok. Sumber bacaan: Aek Latong, Cerita Jalan Tak Berujung KNKT: Aek Latong Tidak Layak Dilintasi




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline