Fenomena doxxing dan cancel culture semakin mencuat dalam ranah digital. Namun, di balik upaya ini untuk menegakkan keadilan sosial, terdapat sejumlah bahaya dan dampak negatif yang perlu diperhatikan secara serius.
Doxxing: Ancaman Privasi dan Keamanan
Doxxing merujuk pada praktik mempublikasikan informasi pribadi seseorang secara daring, termasuk alamat rumah, nomor telepon, atau data sensitif lainnya tanpa izin mereka. Ini bukan hanya melanggar privasi, tetapi juga membuka peluang terjadinya penyalahgunaan informasi pribadi atau kejahatan online terhadap individu yang bersangkutan.
Cancel Culture: Dampak pada Kesejahteraan Mental
Cancel culture, sementara terkadang digunakan sebagai bentuk penegakan keadilan, seringkali berdampak pada kesejahteraan mental individu. Pembatalan publik dan boikot dapat menyebabkan stres, kecemasan, atau bahkan depresi pada targetnya. Terlebih lagi, hal ini dapat mengganggu karier atau reputasi seseorang tanpa memberikan kesempatan untuk pembelajaran atau pemulihan.
Penghakiman Publik yang Instan dan Tidak Adil
Salah satu bahaya dari doxxing dan cancel culture adalah penghakiman yang cepat, instan, dan seringkali tidak adil. Terkadang, informasi yang dipublikasikan tidak diverifikasi dengan benar atau tanpa konteks yang memadai, dan hal ini dapat merusak reputasi seseorang tanpa mempertimbangkan sisi lain dari cerita tersebut.
Dampak pada Kebebasan Berbicara dan Esai
Fenomena ini juga dapat membatasi kebebasan berekspresi dan diskusi terbuka. Banyak individu merasa takut untuk menyuarakan pendapat atau mengungkapkan ide-ide mereka karena takut menjadi target doxxing atau pembatalan secara publik.
Penggunaan Doxxing dan Cancel Culture dengan Buruk
Sering kali, doxxing dan cancel culture digunakan sebagai senjata untuk menyudutkan lawan politik, atau bahkan untuk melampiaskan dendam pribadi atau perbedaan pendapat. Ini merusak esensi dari upaya menciptakan perubahan yang positif dalam masyarakat.