Era 5.0, atau yang sering disebut dengan "Society 5.0," adalah sebuah konsep yang mengintegrasikan teknologi canggih dengan kebutuhan masyarakat untuk menciptakan kehidupan yang lebih inklusif dan berkelanjutan. Salah satu aspek penting yang menjadi sorotan adalah bagaimana teknologi dapat menjadi alat untuk memperkuat budaya lokal, menciptakan kesetaraan sosial, serta mendukung keberlanjutan. Dalam konteks Indonesia, peluang besar muncul untuk menjadikan kekayaan budaya sebagai daya tarik global, sebagaimana yang telah dilakukan Korea Selatan dengan budaya K-pop dan dramanya.
Teknologi sebagai Pendorong Inklusi Sosial
Di era Society 5.0, teknologi tidak hanya dianggap sebagai alat, tetapi juga ekosistem yang mendukung manusia dalam memecahkan berbagai permasalahan sosial. Inklusi sosial adalah salah satu tujuan utama yang dapat dicapai dengan teknologi. Dalam konteks Indonesia, masyarakat yang sangat beragam, baik dari segi etnis, bahasa, maupun adat, memerlukan platform yang dapat menyatukan sekaligus menghargai keragaman tersebut. Teknologi digital seperti media sosial, platform streaming, dan aplikasi berbasis komunitas telah membuka ruang dialog baru bagi berbagai kelompok masyarakat.
Misalnya, YouTube dan Instagram telah menjadi alat yang efektif bagi seniman lokal, musisi tradisional, dan pembuat konten budaya untuk memamerkan karya mereka ke tingkat global. Seorang pembuat batik di Pekalongan, misalnya, dapat menunjukkan proses pembuatan batik secara langsung melalui video pendek, menarik minat penonton global. Teknologi memberikan jembatan yang memungkinkan budaya lokal yang sebelumnya hanya dikenal secara regional kini dapat diakses oleh siapa saja, kapan saja, di mana saja.
Namun, tantangan tetap ada. Tidak semua wilayah di Indonesia memiliki akses yang sama terhadap teknologi. Untuk menciptakan masyarakat yang inklusif, pemerintah dan sektor swasta harus bekerja sama dalam menyediakan infrastruktur digital, khususnya di daerah-daerah terpencil. Program seperti Indonesia Merdeka Internet yang bertujuan menyediakan jaringan internet di seluruh pelosok negeri adalah langkah awal yang penting. Dengan akses yang merata, semua kelompok masyarakat dapat berpartisipasi dalam ekosistem teknologi ini.
Budaya Indonesia di Panggung Global
Korea Selatan telah menjadi contoh nyata bagaimana sebuah negara dapat memanfaatkan teknologi untuk mempopulerkan budaya lokal hingga menjadi fenomena global. Fenomena Korean Wave atau Hallyu lahir dari perpaduan sempurna antara konten kreatif dan distribusi teknologi. Lewat platform streaming seperti Netflix, YouTube, dan Spotify, musik K-pop, drama Korea, hingga masakan khas Korea kini dikenal di berbagai belahan dunia.
Indonesia memiliki potensi serupa, dengan kekayaan budaya yang tidak kalah menarik. Bayangkan jika gamelan, tarian tradisional, atau cerita rakyat Indonesia dapat diadaptasi menjadi konten digital yang menarik dan mudah diakses. Film-film Indonesia seperti KKN di Desa Penari yang sukses menarik perhatian nasional adalah bukti bahwa cerita lokal memiliki daya tarik universal jika dipresentasikan dengan cara yang relevan.
Namun, untuk mencapai tingkat global seperti Korea Selatan, Indonesia memerlukan strategi yang terintegrasi. Kolaborasi antara pemerintah, pelaku budaya, dan sektor teknologi menjadi sangat penting. Pemerintah dapat mendukung melalui kebijakan insentif untuk industri kreatif, sementara teknologi dapat membantu distribusi dan promosi. Platform seperti TikTok, yang sangat populer di kalangan generasi muda, dapat menjadi media untuk memperkenalkan elemen-elemen budaya lokal dalam format yang kreatif.
Keberlanjutan Budaya melalui Teknologi
Selain inklusi sosial, keberlanjutan budaya juga menjadi perhatian utama. Generasi muda sering kali dianggap mulai kehilangan minat terhadap budaya tradisional. Teknologi dapat menjadi jembatan untuk menghubungkan mereka kembali dengan warisan budaya. Salah satu contohnya adalah melalui gamifikasi.