Lihat ke Halaman Asli

Bangsa Hancur Karena KKN

Diperbarui: 26 Juni 2015   06:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13030370651862490931

Pikiran para penguasa yang sudah tidak waras lagi  mengakibatkan kerusakan luar biasa pada  masyarakat dan rakyat yang dipimpinnya. KKN  meluas karena dimaklumi kanan kiri dan enak  dibuat kerja sama dengan saling menutupi. Karena  itu, salah satu akibat yang termasuk fatal, KKN telah  merusak hubungan sosial. Per-individu dan  lembaga

masyarakat saling menaruh curiga satu sama  lainnya secara meluas.

Korupsi sudah berlangsung lama, sejak zaman Mesir  Kuno, Babilonia, Roma

sampai abad pertengahan dan sampai sekarang. Korupsi terjadi diberbagai negara,

tak terkecuali di negara-negara maju sekalipun. Di negara Amerika Serikat sendiri

yang sudah begitu maju masih ada praktek-praktek korupsi. Sebaliknya, pada

masyarakat yang primitif dimana ikatan-ikatan sosial masih sangat kuat dan kontrol

sosial yang efektif, korupsi relatif jarang terjadi. Tetapi dengan semakin

berkembangnya sektor ekonomi dan politik serta semakin majunya usaha-usaha

pembangunan dengan pembukaan-pembukaan sumber alam yang baru, maka

semakin kuat dorongan individu terutama di kalangan pegawai negari

untuk

melakukan praktek korupsi dan usaha-usaha penggelapan. Kerusakan oleh KKN yang sudah menjelma menjadi kerusakan

pikiran, perasaan, moral, mental dan akhlak membuahkan kebijakan-kebijakan yang sangat tidak masuk akal. Akibatnya ketidak adilan dan kesenjangan yang besar. Sekedar sebagai ilustrasi, per tahun 1998 jumlah seluruh perusahaan di Indonesia 36.816.409. Yang berskala besar sejumlah 1.831 atau 0,01%. Tetapi andilnya dalam pembentukan

PDB sebesar 40%. Yang 99,99% memberi andil hanya sebesar 60%. Dalam andilnya memberikan lapangan kerja perusahaan kecil menengah yang 99,99% itu menyerap sebanyak 99,44% dari jumlah orang yang bekerja.

Sebab-sebab korupsi.

Ada beberapa sebab terjadinya praktek korupsi. Singh (1974) menemukan

dalam penelitiannya bahwa penyebab terjadinya korupsi di India adalah kelemahan

moral (41,3%), tekanan ekonomi (23,8%), hambatan struktur administrasi (17,2

%), hambatan struktur sosial (7,08 %).

Sementara itu Merican (1971) menyatakan sebab-sebab terjadinya korupsi

adalah sebagai berikut :

a. Peninggalan pemerintahan kolonial.

b. Kemiskinan dan ketidaksamaan.

c. Gaji yang rendah.

d. Persepsi yang populer.

e. Pengaturan yang bertele-tele.

f. Pengetahuan yang tidak cukup dari bidangnya.

. Upaya penanggulangan korupsi.

Korupsi tidak dapat dibiarkan berjalan begitu saja kalau suatu negara ingin

mencapai tujuannya, karena kalau dibiarkan secara terus menerus, maka akan

terbiasa dan menjadi subur dan akan menimbulkan sikap mental

pejabat yang selalu

mencari jalan pintas yang mudah dan menghalalkan segala cara (the end justifies

the means). Untuk itu, korupsi perlu ditanggulangi secara tuntas dan bertanggung

jawab.

Ada beberapa upaya penggulangan korupsi yang ditawarkan para ahli

yang

masing-masing memandang dari berbagai segi dan pandangan.

Caiden (dalam Soerjono, 1980) memberikan langkah-langkah untuk

menanggulangi korupsi sebagai berikut :

a. Membenarkan transaksi yang dahulunya dilarang dengan menentukan sejumlah

pembayaran tertentu.

b. Membuat struktur baru yang mendasarkan bagaimana keputusan dibuat.

c. Melakukan perubahan organisasi yang akan mempermudah

masalah

pengawasan dan pencegahan kekuasaan yang terpusat, rotasi penugasan,

wewenang yang saling tindih organisasi yang sama, birokrasi yang

saling

bersaing, dan penunjukan instansi pengawas adalah saran-saran yang secara

jelas diketemukan untuk mengurangi kesempatan korupsi.

d. Bagaimana dorongan untuk korupsi dapat dikurangi ? dengan jalan

meningkatkan ancaman.

e. Korupsi adalah persoalan nilai. Nampaknya tidak mungkin keseluruhan korupsi

dibatasi, tetapi memang harus ditekan seminimum mungkin, agar beban

korupsi organisasional maupun korupsi sestimik tidak terlalu besar sekiranya

ada sesuatu pembaharuan struktural, barangkali mungkin untuk mengurangi

kesempatan dan dorongan untuk korupsi dengan adanya perubahan

organisasi.

Cara yang diperkenalkan oleh Caiden di atas membenarkan (legalized)

tindakan yang semula dikategorikan kedalam korupsi menjadi tindakan yang legal

dengan adanya pungutan resmi. Di lain pihak, celah-celah yang membuka untuk

kesempatan korupsi harus segera ditutup, begitu halnya dengan struktur organisasi

haruslah membantu kearah pencegahan korupsi, misalnya tanggung jawab pimpinan

dalam pelaksanaan pengawasan melekat, dengan tidak lupa

meningkatkan ancaman

hukuman kepada pelaku-pelakunya.

Selanjutnya, Myrdal (dalam Lubis, 1987) memberi saran penaggulangan

korupsi yaitu agar pengaturan dan prosedur untuk keputusan-keputusan

administratif yang menyangkut orang perorangan dan perusahaan

lebih

disederhanakan dan dipertegas, pengadakan pengawasan yang lebih keras,

kebijaksanaan pribadi dalam menjalankan kekuasaan hendaknya dikurangi sejauh

mungkin, gaji pegawai yang rendah harus dinaikkan dan kedudukan sosial

ekonominya diperbaiki, lebih terjamin, satuan-satuan pengamanan termasuk polisi

harus diperkuat, hukum pidana dan hukum atas pejabat-pejabat yang korupsi dapat

lebih cepat diambil. Orang-orang yang menyogok pejabat-pejabat harus ditindak

pula.

Persoalan korupsi beraneka ragam cara melihatnya, oleh karena itu cara

pengkajiannya pun bermacam-macam pula. Korupsi tidak cukup

ditinjau dari segi

deduktif saja, melainkan perlu ditinaju dari segi induktifnya yaitu mulai melihat

masalah praktisnya (practical problems), juga harus dilihat apa yang menyebabkan

timbulnya korupsi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline