Lihat ke Halaman Asli

Arief Rahman Yusuf

PNS Kemenkeu

Kilas Balik Nikel Indonesia 2024: Capaian dan Tantangan

Diperbarui: 10 Januari 2025   19:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Terhitung mulai tanggal 1 Januari 2025, sudah lima tahun Indonesia menghentikan ekspor nikelnya. Penghentian ekspor nikel ini sejalan dengan program “hilirisasi” nikel atau penghiliran industri nikel yang bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah kekayaan nikel Indonesia. Dalam proses ini, nikel mentah diproses menjadi produk antara atau produk setengah jadi sehingga menghasilkan nilai tambah yang lebih besar bagi negara. Bahkan, bilamana memungkinkan, Indonesia dapat memproduksi barang jadi seperti electric vehicle/EV atau kendaraan listrik dengan tenaga penggerak baterai berbasis nikel untuk mendapatkan nilai tambah maksimal (Pandyaswargo et al., 2021).

Artikel ini secara singkat memaparkan berbagai capaian program hilirisasi industri nikel sepanjang tahun 2024 sekaligus dengan beberapa tantangan yang mengiringi. Beberapa capaian yang diraih mencerminkan keberhasilan Indonesia dalam meningkatkan nilai tambah nikel, termasuk peningkatan ekspor produk turunan nikel, pembangunan smelter pemurnian bijih nikel, serta pengembangan industri baterai kendaraan listrik.

Peningkatan Ekspor Produk Turunan Nikel, Pembangunan Smelter Nikel Secara Masif, serta Pendirian Pabrik Sel Baterai

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa ekspor produk turunan nikel dengan kode HS72 (stainless steel) dan HS75 (nickel matte, nickel alloys, nickel plates, dan lain-lain) menjadi salah satu andalan sektor nonmigas pada November 2024. Produk-produk ini berkontribusi sebesar 23% dari total ekspor nonmigas Indonesia. Kontribusi tersebut menjadikannya sebagai ekspor terbesar ketiga setelah produk kode HS27 (batubara) dan kode HS15 (minyak sawit).

Lebih lanjut, yang menarik perhatian adalah ekspor produk nikel dan turunannya dengan kode HS75 yang mencapai nilai 1 miliar USD. Nilai ekspor ini mengalami peningkatan signifikan sebesar kurang lebih 80% dibandingkan nilai ekspor pada tahun 2023. Peningkatan ini mencerminkan keberhasilan program hilirisasi nikel dalam memberikan nilai tambah sekaligus menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

Keberhasilan ini juga didukung oleh kapasitas produksi nikel Indonesia yang diperkirakan mencapai 2,1 juta metrik ton pada tahun 2024 (sumber: spglobal.com). Dengan kapasitas tersebut, Indonesia tidak hanya mampu memenuhi permintaan global untuk produk HS75, tetapi juga memperkuat posisinya sebagai salah satu produsen nikel terbesar di dunia. Kapasitas produksi yang tinggi ini menjadikan Indonesia pemain penting dalam rantai pasok industri nikel global.

Peningkatan nilai tambah nikel tersebut juga didorong oleh pesatnya pembangunan smelter nikel di Indonesia. Julian Ambassadur Shiddiq, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kemen ESDM) mengungkapkan fakta bahwa sampai dengan tahun 2024 Indonesia telah memiliki 54 jumlah smelter nikel (sumber: indonesiabusinesspost.com). Beliau juga mengungkapkan bahwa terdapat 190 smelter nikel yang sedang dalam pembangunan dan 16 smelter masih dalam tahap rencana.

Sebagian besar smelter di Konawe, Sulawesi Tenggara, dan Morowali, Sulawesi Tengah, menggunakan teknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) yang digunakan untuk mengolah bijih nikel menjadi nickel pig iron (NPI) dan nickel matte. Wakil Menteri ESDM, Yuliot Tanjung, menyatakan bahwa smelter dengan teknologi ini sudah terlalu banyak. Produk NPI dan nickel matte ini umumnya digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan stainless steel dan paduan nikel (nickel alloys). Pernyataan ini sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Septian Hario Seto, Mantan Deputi Bidang Investasi dan Pertambangan di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, yang menekankan bahwa Indonesia tidak dapat menerima lebih banyak investasi di sektor stainless steel guna menjaga stabilitas pasar nikel global. Oleh karena itu, Indonesia kini sedang mengalihkan fokus investasi smelter nikel ke sektor yang lebih strategis, yaitu pengembangan industri manufaktur baterai berbasis nikel (indonesiabusinesspost.com, 2024).

Meskipun output hilirisasi nikel selama ini berfokus pada industri stainless steel dan beberapa jenis nickel alloys, industri sel baterai di Indonesia terlihat mulai tumbuh bertahap. Melalui kerjasama investasi Hyundai Motor Group dan LG Energy Solutions, sebuah pabrik baterai listrik dapat didirikan di Karawang pada Juli 2024 (sumber: reuters.com). Pabrik ini mampu memasok baterai listrik untuk 150 ribu unit mobil listrik setiap tahunnya. Selain itu, menurut reuters.com (2024), Indonesia Battery Corporation/IBC bersama raksasa baterai listrik dunia, Contemporary Amperex Technology Co/CATL, telah menandatangani kerjasama ventura untuk mendirikan pabrik sel baterai yang ditargetkan akan beroperasi pada tahun 2027.

Pabrik-pabrik ini dirancang untuk memproses nikel mentah menjadi nickel sulphate atau bahan baku pembuatan katoda baterai listrik. Kehadiran fasilitas pengolahan nickel sulphate di Indonesia menandai babak baru bagi Indonesia untuk menjadi penyedia baterai listrik kendaraan bermotor di wilayah regional dan global.

Produksi Nikel Berlebih, Perdagangan Nickel Scrap yang Meningkat, Harga Nikel yang Rendah, Penutupan Tambang Nikel Australia, dan Oligopsoni Produk Nikel Indonesia

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline