Lihat ke Halaman Asli

Peneguhan Pengejar Popularitas: Kabinet Indonesia Bersolek

Diperbarui: 26 Juni 2015   01:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Apa yang ada dibenak para kompasianer jika mendengar kata reshuffle kabinet? Saya yakin, semua pasti mengarah pada adanya harapan baru menuju ke hal yang lebih baik. Bukan baik secara artifisial, tapi benar-benar nyata. Bukan juga sekedar gagah-gagahan untuk tunjukkan kekuasaan. Itu harapan kita semua, tapi kenyataan bicara lain. Reshuffle kabinet dilakukan hanya untuk perbaiki popularitas yang merosot. Indonesia saat ini.

Menurut hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI), tingkat kepuasan publik atas kinerja Presiden SBY merosot ke angka 47,2 persen. Angka ini tentunya jadi rekor tersendiri bagi SBY selama jabat presiden sejak 2004-sekarang. Apalagi, kepemimpinan SBY selama ini bertumpu pada citra diri, tentunya hal tersebut sangat mengganggu. Citra diri lebih penting daripada hasil nyata.

Merosotnya popularitas SBY ini banyak disebabkan oleh buruknya kinerja para pembantunya. Menurut LSI, banyaknya kasus besar nasional tidak tuntas dan SBY terlalu reaktif atas sejumlah kasus yang menyerang pribadinya dan sering "curhat" ke publik dianggap jadi pemicunya. Selain itu, juga SBY dianggap tak mempunyai operator politik tangguh yang bisa membantunya menuntaskan berbagai masalah dan berkembangnya kasus dugaan korupsi di Partai Demokrat.

Persoalan popularitas merosot atau tidak bukanlah sesuatu yang subtansial. Popularitas hanyalah citra diri yang didalamnya penuh dengan ”tipuan.” Namun, anehnya, kalangan dekat SBY begitu gusar dengan hal ini. Maklum, pondasi dasar kepemimpibnan SBY pada dasarnya bertumpu pada pencitraan belaka. Karena itu, jadi sangat wajar jika mereka gusar dengan hasil survei LSI yang menyebut Sang Presiden merosot popularitasnya.

Popularitas yang merosot ini jadi senjata untuk wujudkan rencana reshuffle kabinet. Menteri yang dianggap punya rapor merah bakal kena imbasnya. Reshuffle kabinet dijadikan salah satu alat guna menaikkan popularitas di mata masyarakat. Jika demikian adanya, sangat aneh sekali model reshuffle yang ditempuh SBY. Apa pun dilakukan hanya bertujuan guna menyelamatkan popularitas sehingga citra diri tetap baik di mata masyarakat meski tak lakukan apa-apa.

Bilamana reshuffle benar-benar ditujukan untuk dongkrak popularitas, peneguhan sebagai pemimpin berbasis pencitraan semakin kuat. Popularitas jadi segala-galanya meski kepentingan masyarakat dikorbankan. Pokoknya tetap terkenal bak artis Hollywood. Sungguh naas negeri ini jika begini adanya. Tujuan negara untuk menciptakan kesejahteraan dibelokkan jadi demi kepentingan menjaga popularitas.

Tak ada salahnya jika Presiden SBY sedikit lebih gaul dalam menamai kabinet hasil reshuffle kelak. Penamaan ini sebagai ungkapan jujur kepada rakyat karena penggantian menteri hanya untuk dongkrak popularitas. Mari bekerja dalam ”Kabinet Indonesia Bersolek.”




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline