Lihat ke Halaman Asli

Arief Pratomo M

Saya Menulis Maka Saya Ada

Tiga Ribu Lima Ratus Aja

Diperbarui: 25 April 2020   23:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto : www.brillio.net

Ini adalah kisah sepenggal pengalaman hari pertama saya bertugas sekitar tahun 2012 yang lalu di sebuah Puskesmas pinggiran propinsi DIY. 

Hari itu kebetulan hanya ada satu pasien yang datang  ke ruangan saya yaitu pasien  konseling calon pengantin, karena sepi dan dilanda kantuk yang berat saya keluar dari ruangan saya dan menuju lantai 1 untuk berkumpul dengan pegawai-pegawai puskesmas yang bertugas di lantai 1. 

Kebetulan ada sebuah kursi kosong di sebelah bapak petugas kasir. Saya duduk di kursi tersebut dan langsung berinisiatif untuk membantu beliau membawa resep yang sudah dibayar menuju bagian Farmasi yang letaknya di belakang kasir agar dapat dibuatkan obatnya.

Karena hari itu tidak ada pasien yang dikonsul ke ruangan, maka hingga hampir makan siang saya tetap membantu Bapak Kasir tadi. Semua berjalan menyenangkan karena saya  bisa belajar banyak dari Bapak Kasir itu dan petugas Farmasi yang ada di belakang saya.

Namun tiba-tiba hampir masuk makan siang ada sebuah peristiwa yang membuat persepsi saya terhadap uang recehan Rp 3.500,- begitu berkesan. Jumlah yang menurut saya dan mungkin sebagian besar orang adalah jumlah yang kecil namun mulai saat itu anggapan saya tersebut salah!

Ketika saya sedang membantu mencatat resep-resep yang sudah diambil oleh pasien, tiba-tiba datanglah seorang bapak-bapak yang sudah mulai lanjut usia, mungkin usianya sekitar 50-an, berkulit gelap, dan terdapat sisa-sisa rambut hitam di kepalanya.

Penampilan bapak ini cukup sederhana dengan mengenakan kaos berkerah warna putih dengan kainnya yang tipis. Terlihat sederhana namun cukup bersih. 

Saat itu Bapak ini baru saja keluar dari ruang periksa dokter dan langsung menuju kasir untuk menyerahkan resep tersebut. Resep tersebut diserahkan dan diterima oleh Petugas Kasir di sebelah saya.

Setelah dieck dengan teliti kemudian Petugas Kasir teresebut menyampaikan ke Bapak ini dengan menggunakan bahasa Jawa yang halus bahwa Bapak ini harus membayar biaya pelayanan dokter sebesar Rp 3.500,- (tiga ribu lima ratus rupiah). Mendengar hal tersebut Bapak ini hanya merespon dengan senyuman sambil menggerakkan tangannya menuju saku yang ada di kaosnya.

Pada saat itu saya melihat bahwa senyum yang disampaikan Bapak ini bukan senyum biasa. Itu adalah senyum penuh keterpaksaan. Saya tidak heran karena dalam budaya Jawa tidak pantas kita menampilkan emosi negatif di depan orang lain.

Meskipun dengan berat hati Bapak tersebut menunduk sambil melihat saku bajunya untuk mengambil uang. Dari saku tersebut beliau mengeluarkan uang lembar seribuan sebanyak dua lembar yang kemudian dia taruh di meja kasir. Tangannya kembali merogoh saku bajunya dan kini dia berhasil mengeluarkan beberapa pecahan uang logam yang juga ia taruh di meja kasir.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline