Lihat ke Halaman Asli

Baik dan Benar: Sebuah Ilustrasi

Diperbarui: 16 Oktober 2022   00:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Dok. Pribadi

Beberapa waktu terakhir, atmosfer kemanusiaan kita sedang mengalami kenaikan suhu, tensi yang memanas dan suasana gersang. Antara lain dilatari karena sikap egoistik, oportunis, dan aprioris. Hal ini dapat diindikasikan dengan banyak hal, mulai dari saling tuding, menebar fitnah dan tuduhan, berebut kebenaran dan perhatian, serta krisis kepercayaan satu sama lain.

Andai sistem nilai kemanusiaan kita tidak menempatkan "kebenaran" di urutan pertama, dan menyimpannya dalam "dapur" pribadi, privat, serta eksklusif. Maka boleh jadi yang muncul dan timbul, ke ranah publik hanya "kebaikan dan keindahan".

Urutan Baik-Indah-Benar menjadi ukuran, takaran, timbangan, parameter kita dalam "menilai" apapun di dalam kehidupan kemanusiaan kita. Saya mencoba membuat satu narasi dan ilustrasi antara dua sistem nilai "baik-benar" dalam konteks perbuatan manusia yg sering kita jumpai sehari-hari.

Contoh 1: Memperbincangkan manusia dengan melihat keadaan yang sesungguhnya adalah sebuah "kebenaran". Namun, mampu menahan diri untuk tidak memperbincangkannya meski dengan keadaan yang sesungguhnya adalah sebuah "kebaikan".

Contoh 2: Memandang manusia dan menilai dirinya tidak cakap/ terampil adalah sebuah pandangan jujur dan "benar". Namun, mampu meredam dan tidak mengatakannya/ mengatainya adalah sebuah "kebaikan".

Contoh 3: silakan isi, dan mulai meniti...

Mari mulai berlatih untuk menilai, melihat, dan memandang manusia dengan sistem nilai "kebaikan-keindahan-kebenaran". Mari berbuat sebaik-baiknya untuk khalayak seluas-luasnya. Sebab saya meyakini betul, bahwa memori kolektif akan mampu mengingat "kebaikan" seseorang dalam jangka panjang, ketimbang "kebenaran" dalam waktu yg luang.

Sebagai konklusi, "benar" belum tentu "baik", namun "baik" berkemungkinan besar "benar". Mari menjadi manusia utuh dengan mengerahkan segenap naluri-nurani-potensi kemanusiaan kita sebagai khalifah-Nya dengan berupaya arif menilai, bijak bertindak, dan luhur akhlak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline