Pemikiran Islam mengalami perkembangan dari masa ke masa. Hal ini ditandai dengan lahirnya gagasan dan pemikiran baru yang mewarnai corak keberagamaan kita hari ini. Corak beragama tidak lagi bersifat taqlid dan jumud dari hasil produk ijtihad ulama terdahulu. Akan tetapi bersifat inklusif-praktis-komparatif. Kelahiran gagasan progresif dalam tradisi Islam banyak diwarnai dari berbagai macam corak dan tradisi para pemikirnya.
Dua di antaranya pendekatan yang didedah oleh Prof Mun'im A Sirry ini turut serta membidani lahirnya gagasan progresif tersebut.
Setidaknya terdapat dua pendekatan dalam melihat lahirnya gagasan progresif dalam Islam.
Pandangan pertama, berargumen bahwa gagasan progresif terjadi dalam interaksi Islam karena pengaruh Barat. Albert Houraini, dalam bukunya yang banyak dibaca berjudul "Arabic Thought in the Liberal Age, 1798-1939" berargumen bahwa lahirnya gagasan liberal dalam tradsi Islam, dalam hal ini Houraini menyebutnya dengan istilah liberal age adalah karena pengaruh pikiran-pikiran Eropa.
Oleh karena itu, jika kita baca bukunya, akan menemukan bahwa Houraini memulai diskusi diawal bukunya dengan membicarakan pikiran sarjana muslim yang kita anggap sebagai pionir dalam pembaruan Islam.
Contoh ketokohan lain yang bisa kita temui adalah Rifa'at Badawi Attahtawi. Attahtawi dikenal sebagai seorang muslim pertama yang diutus untuk menjadi imam di Prancis. Beliau menaruh kekagumannya terhadap budaya dan keilmuan yang berkembang di Prancis dan kemudian diekspresikan dalam bukunya yang berjudul "Pemurnian Emas dalam Ringkasan Tentang Paris/ A Paris Profile". Hal Ini mengindikasikan betapa kagumnya Attahtawi terhadap peradaban Barat.
Tokoh lain yang disebut oleh Hourani adalah Khairuddin At-Tunisi. At-Tunisi adalah seorang publik intelektual yang menjadi perdana menteri di Tunisia pada abad ke 19. Beliau berargumen bahwa, masyarakat muslim haruslah mengadopsi sistem pemerintahan di Barat yang terbukti cukup efisien dalam mengatur urusan tata negara.
Hal ini kita bisa melihat bahwa lahirnya gagasan modern, gagasan progresif menurut pandangan pertama ini terjadi karena pengaruh dari gagasan dan pemikiran Barat terutama di Eropa.
Adapun pandangan dan pendekatan kedua yang melihat bahwa kelahiran gagasan progresif dalam Islam adalah tiada lain karena dinamika internal dari orang-orang Islam. Sebelum terjadi interaksi dengan Barat, telah muncul berbagai tawaran ide-ide yang tidak sepenuhnya mengikuti pandangan ulama terdahulu. Menurut pandangan yang kedua ini ada sejumlah ulama termasuk di negara-negara luar Arabia yang mengajukan gagasan-gagasan yang cukup progresif tetapi dilakukan tanpa pengaruh oleh gagasan Barat. Misalnya di India pada abad 18, muncul seorang yang sangat terkenal bernama Syah Waliyullah Adahlawi dan mengajukan pikiran yang progresif. Dalam pandangan ini bahwa, kelahiran gagasan progresif tidak sepenuhnya karena pengaruh dari Barat melainkan karena terjadi dinamika internal dikalangan ulama dan umat Islam.
Bagaimana kita memahaminya? Dalam pandangan Mun'im A. Sirry, baik dinamika internal maupun gagasan Barat, keduanya mempunyai kontribusi dan peran penting dalam lahirnya gagasan baru. Kita tidak bisa menafikan bahwa terjadi dinamika internal di kalangan umat Islam untuk terlepas dari jeratan taqlid yang mengikuti pandangan ulama secara membabi buta. Akan tetapi kita juga tidak bisa menolak bahwa proses akselerasi dan percepatan dalam rangka mendiseminasi gagasan progresif ini juga terjadi karena teknologi yang lahir dari Barat. Sehingga gagasan progresif tersebut menjadi lebih mudah untuk diakses oleh masyarakat yang lebih luas. Oleh karena itu, perlu kita kembangkan pendekatan ketiga yang menggabungkan antara dinamika internal Islam dan juga pengaruh Barat dalam proses lahirnya gagasan progresif.
***
(Disarikan Berdasarkan ceramah Prof. Mun'im A. Sirry, Ph.D)