Siapa yang mau boikot film bagus yang dapat rating tinggi dan sampai 15 Agustus 2015 sudah memecahkan rekor box office (http://www.bintang.com/film/read/2294088/mission-imposible-rogue-nation-pecahkan-rekor-box-office-dunia) dipekan pertama sudah meraup USD 300 juta. Hanya orang gila saja yang mungkin tidak tertarik untuk menonton film ini. Semua jaringan bioskop dan semua kota yang ada bioskop pada jaringan itu pasti menayangkan film ini dari siang, sore, malam sampai midnight. Tidak ada yang salah dengan film ini, sebagai sebuah mahakarya tentu hebat.... karena ditunjang dana yang luar biasa besar, bintang pemain yang benar-benar bintang, skenario yang oke karena sekuel dari MI 1 sd MI 4 yang sudah terbukti membius penonton untuk lagi...lagi...dan lagi menonton sekual lanjutan.
Hari Kemerdekaan di kepung film impor
Mungkin orang akan tertawa jika melihat sub judul diatas, lalu kaitannya apa? Coba ditanyakan ke anak SD adakah ada yang hafal Pancasila. Setelah 70 tahun Indonesia merdeka, maka sektor hiburan termasuk “yang belum merdeka”. Pada bulan Agustus 2015 bioskop di Indonesia dijejali dengan penayangan film impor seperti : Mission Impossible V, Magic Hour, Hitman : Agen 47, Fantastic Four, dan Inside Out. Hanya film Indonesia dengan kategori Dewasa-17 yaitu Palasik yang masih bertahan. Sedangkan film “Battle of Surabaya” sudah terhempas. Jadi jangan salahkan jika film dalam negeri yang akan sering tayang masuk kategori : “berbau horor dan berbau komedi me**m”.
Menyimpak publikasi Badan Promosi Perfilman Korea Selatan, penjualan industri film lokal tahun lalu berada di 2 triliun 27,6 miliar won, meningkat 7,6% jika dibandingkan tahun sebelumnya (http://world.kbs.co.kr/indonesian/news/news_Cu_detail.htm?No=35702). Tentu dapat disimpulkan industri hiburan di Indonesia adalah murni hiburan, beda dengan Korea yang merupakan industri kreatif yang tumbuh sebagai penopang ekonomi negara.
Battle of Surabaya: Potret Buram Nasionalisme di Indonesia?
Kita sering mendengar bahwa kreator animasi film “Ipin dan Upin” sebagian adalah putra/putri terbaik Indonesia, sering juga didengar animasi film luar negeri di “outsorce ke industri kreatif di Indonesia”. Jadi seolah-olah tidak ada animasi film yang populer yang salah satunya tidak ada campur tangan pelaku industri kreatif di Indonesia.
Namun, kurangnya dukungan dari berbagai pihak termasuk Pemerintah, maka justru industri film hasil sentuhan kreatif anak bangsa di dalam negeri “sepi” dan mungkin layaknya diputar di kuburan karena memang tidak ada yang menonton. Pemutarann film Battle of Surabaya yang menurut saya kaya akan cerita perjuangan anak kecil dalam kancah pertempuran 10 Nopember merupakan sisi humanis dan dorongan bahwa anak kecil pun mampu berbuat yang terbaik untuk bangsa dan negara. Dari sisi cerita “Battle of Surabaya” tidak kalah dengan serial “Mission Impossible”. Memang dari sisi dukungan dana dan publikasi yang membedakan ibarat bumi dan langit. Benar dech....bagus abis film tersebut dari sisi cerita, jauh lebih baik dibandingkan film seperti sekuel “Merah Putih” yang sempat iklannya mejeng di salah satu jalan protokol Ibu Kota Jakarta.