Lihat ke Halaman Asli

Arief Maulana

Universitas Negeri Semarang

LBH Semarang: Mengadvokasi Hak Buruh di Tengah Ketimpangan dan Tantangan Struktural

Diperbarui: 15 Desember 2024   12:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

LBH Semarang: Memperjuangkan Hak Buruh di Tengah Kompleksitas Struktural

Perjuangan buruh di Jawa Tengah mencerminkan kompleksitas dinamika perburuhan di Indonesia, dengan berbagai kasus pelanggaran hak yang membutuhkan perhatian serius dari semua pihak. Di Kota Semarang, isu buruh menjadi semakin relevan seiring dengan pertumbuhan sektor industri dan jasa yang pesat. Kota ini merupakan salah satu pusat ekonomi di Jawa Tengah, dengan banyak kawasan industri yang mempekerjakan ribuan buruh. Namun, pertumbuhan ekonomi ini tidak selalu diiringi dengan perbaikan kondisi kerja. Banyak buruh di Semarang menghadapi isu seperti pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak, sistem kontrak kerja yang tidak adil, dan pelanggaran hak-hak dasar seperti pembayaran upah minimum.
Dalam diskusi bersama LBH Kota Semarang, terungkap sejumlah persoalan perburuhan yang menggambarkan tantangan besar dalam memperjuangkan hak-hak pekerja di berbagai sektor.

LBH berperan sebagai jembatan antara buruh dan pemerintah, sekaligus sebagai agen perubahan sosial. LBH Kota Semarang menyediakan bantuan hukum gratis bagi buruh yang menghadapi masalah hukum, seperti sengketa ketenagakerjaan, pengaduan pelanggaran hak asasi, hingga pendampingan dalam kasus-kasus pemutusan hubungan kerja yang tidak adil. LBH (Lembaga Bantuan Hukum) Semarang terus menunjukkan konsistensinya dalam membela hak-hak buruh di Jawa Tengah. Sebagai lembaga yang berkomitmen terhadap isu hak asasi manusia, LBH Semarang memandang permasalahan buruh sebagai bagian tak terpisahkan dari perjuangan HAM. Pendampingan yang dilakukan LBH tidak hanya mencakup persoalan normatif, seperti upah dan jaminan sosial, tetapi juga menyentuh isu-isu struktural, seperti perlakuan diskriminatif, kekerasan berbasis gender, hingga manipulasi tenaga kerja migran.

Menurut Safali, selaku bidang buruh di LBH Semarang, masalah buruh di Kota Semarang mencerminkan berbagai pelanggaran hak asasi manusia dan ketidakadilan struktural yang dialami pekerja, baik dalam sektor manufaktur, garmen, hingga pekerja rumahan. Isu utama yang sering terjadi meliputi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara sepihak, pelanggaran hak normatif seperti pembayaran upah yang tidak sesuai Upah Minimum Kota (UMK), serta pemotongan hak-hak seperti Tunjangan Hari Raya (THR) dan BPJS Ketenagakerjaan.

Safali memberikan contoh nyata dari kasus pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) yang tidak tersalurkan dari PT Varsity Semarang dan PT Roda Makmur Sentosaa, serta pencairan BPJS yang tidak dipenuhi oleh perusahaan outsourcing, PT Puji Harapan Prima.

"Buruh perempuan menghadapi tantangan tambahan berupa diskriminasi gender di tempat kerja, termasuk pelanggaran hak cuti melahirkan, perlakuan intimidatif, serta tidak adanya kebijakan spesifik untuk melindungi mereka dari kekerasan berbasis gender," ujar Safali saat wawancara.

Pendampingan LBH dalam Berbagai Kasus Buruh

Dalam wawancara, Safali menjelaskan bahwa LBH Semarang secara konsisten mendampingi kasus-kasus buruh yang menghadapi pelanggaran sistemik dan memastikan para pekerja mendapatkan hak-hak normatif mereka sesuai hukum. Ia juga menyoroti kasus, seperti pemecatan pekerja PT Safelock Medical Klaten karena membentuk serikat buruh.

"Meski kebebasan berserikat dijamin undang-undang, di lapangan pekerja yang memperjuangkan hak mereka sering kali menghadapi ancaman PHK atau intimidasi," ungkap Safali.

Lebih lanjut, ia memaparkan bahwa buruh di kawasan industri seperti Kawasan Industri Wijaya Kusuma dan Kawasan Industri Candi sering menghadapi pelanggaran hak normatif yang sistemik.

"Upah yang tidak sesuai UMK dan pemotongan hak-hak seperti THR serta BPJS Ketenagakerjaan adalah masalah yang sangat umum," jelasnya.

Kasus lainnya yaitu LBH terakhir menangani kasus terkait ex-pekerja dilaporkan secara pidana karena dianggap menggelapkan uang perusahaan dan ternyata dari kasus tersebut adalah cara perusahaan untuk menghindari diri dari pelunasan atau penugakkan BPJS Ketenagakerjaan
yang tidak dibayarkan bertahun-tahun, termasuk upah minimum yang tidak sesuai dengan upah minimun yang seharusnya dibayarkan dan diterima oleh pekerja. LBH juga menangani kasus yang lebih kompleks, seperti Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), di mana pekerja Indonesia di Myanmar dipaksa menjadi scammer online dan terdapat sekitar 60-an pekerja imigran gagal diberangkatkan sebagai awak buah kapal dan itu diindikasi penipuan sejak awal. Contoh ini menunjukkan bahwa advokasi LBH tidak hanya mencakup buruh lokal, tetapi juga pekerja migran.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline