Seringkali kita memuji sebuah tulisan setelah membacanya. Entah itu artikel, puisi, cerpen, maupun tulisan-tulisan berisi curhat dari penulis. Mulai dari memuji isi dan tema sampai cara penyampaiannya lewat tulisan.
Beberapa hari setelah registrasi, saya hanya bisa terperangah membaca tulisan demi tulisan di Kompasiana. Sambil dalam hati berteriak : pingin !!!
Apakah saya bisa menulis seperti itu ?
Dengan gagap dan terus mencoba, saya tekadkan untuk berlatih dan terus berlatih. Entah bagaimana hasilnya.
Dan bukan hanya di Kompasiana, tulisan-tulisan di berbagai media lain pun demikian adanya.
Tidak pula terbatas di dunia maya, tulisan-tulisan di media cetak juga sering kali bikin berdecak kagum. Mulai dari model penulisan berita oleh wartawan, sampai yang berwujud novel, buku pengetahuan, maupun buku kumpulan puisi : semuanya merupakan hasil karya yang gemilang.
Dari sebuah tulisan yang saya kagumi, kalau boleh memberi istilah, ada unsur "tubuh tulisan" yang terdiri atas pemilihan tema, gaya penulisan, cara menulis, penataan kata dan kalimat, dan juga pengendalian emosi dalam mengungkap pikiran dan perasaan, sehingga tertata rapi dan nyaman dibaca.
Namun sangat disayangkan, sampai saat ini saya sendiri lebih sering tidak sempat atau belum mampu mencermati "tubuh tulisan" tersebut untuk pembelajaran.
Bagaimana saya akan "nyolong ilmu" atau mencuri ilmu cara menulis dari sebuah tulisan, kalau "ruh tulisan" itu sudah lebih dulu mencengkeram perhatian saya, menarik pikiran dan perasaan untuk masuk, masuk ke dalam dunia angan-angan pemikiran sang penulis.
Tidak bisa dikendalikan. Jika begitu, sudah tidak mampu lagi memperhatikan "tubuh tulisan". Dengan lemas dan tak berdaya diseret oleh ruh tulisan ke dalam dunia pemikiran sang pengarang.
Misalnya sampai sekarang saya masih dibikin gemas dengan kelanjutan nasib kisah cinta Minke dan Anelis. Bagaimana keadaan mereka setelah berpisah di pelabuhan. Demikian juga saya ingin bertemu dengan Nyai Ontosoroh atau melihat langsung kegagahan Darsam, jagoan dari Madura. Padahal tokoh-tokoh itu hanya khayalan Bpk Pramoedya Ananta Toer dalam Bumi Manusia. Namun seolah-olah nyata dan ada.
Dan bukan cuma tulisan-tulisan karya Bpk Pramoedya Ananta Toer saja yang menghisap pikiran dan perasaan hingga tidak sempat lagi memperhatikan tubuh tulisannya. Tapi masih banyak lagi penulis-penulis yang mampu membuat jurang-jurang untuk menyeret, menyedot, menghisap pembaca agar masuk berputar-putar di dunia khayal.
Saya akhirnya tersadar untuk mencoba mengapung di atas aliran ruh tulisan-tulisan bagus yang saya baca. Dan berkata : apakah saya bisa menulis seperti itu ?
Membaca tulisan-tulisan di Kompasiana pun demikian. Lebih sering saya terseret dalam ruh tulisan, tanpa sempat lagi memperhatikan untuk belajar teknik menulisnya.