Lihat ke Halaman Asli

Pengemis Bisa Memperoleh Rp 200.000 Per Hari

Diperbarui: 26 Juni 2015   09:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Mengemis ternyata bisa memperoleh uang lebih banyak dari pada seorang pekerja. Hal ini terjadi pada pengemis yang biasa mengemis di Terminal Kampung Rambutan. Ini bukanlah isapan jempol karena dari mereka ada yang bisa mendapat penghasilan sehari Rp 200.000,-, bahkan sebagian dari mereka menganggap apabila hasil yang didapat kurang dari Rp 200.000,- perhari, mereka menganggap belum menjadi pengemis yang profesional.

Dari kehidupan mereka ternyata sebagian dari mereka ada yang termasuk orang berada di kampungnya. Ada pengemis yang ternyata punya rumah besar dikampungnya beserta sawah, ladang, atau kolam ikan, bahkan mereka bisa membayar uang harian bagi penggarap sawah di desanya.

Selama mereka tinggal di Jakarta, biasanya mereka menyewa kamar kos-kosan. Biasanya dalam melakukan aktifitas harian mereka mengganti “pakaian dinas mengemis” di kamar mandi umum terminal.

Sebagian dari mereka menganggap mengemis sebagai profesi, bagi seorang yang melakukan profesi mengemis, mereka berprinsip, semakin mereka terlihat kumal dengan baju jelek dan aktingnya semakin memelas, maka kemungkinan mereka akan mendapat uang yang lebih banyak dari yang memberikan sedekah kepada mereka.

Para pengemis profesinal ini biasanya akan pulang kampung satu bulan sekali dengan membawa uang cash ditasnya yang berisi uang lembaran ratusan ribu hasil penukaran uang receh atau uang ribuan. Di dalam tasnya mereka mempunyai “baju dinas” mengemis beserta perlengkapan mengemis yang mereka selalu bawa-bawa. Ini merupakan hal yang ironis, dikala orang lain susah mencari kerja dan dikala orang yang kerjapun masih sulit mendapatkan hidup layak, tetapi seorang pengemis bisa menghasilkan uang begitu banyak.

Sebagai bahan pembanding, UMR Jakarta tahun2011 sebesar Rp 1.290.000,- per bulan, bila dibandingkan dengan seorang pengemis di Terminal Kampung Rambutan, yang bekerja 25 hari, Rp 200.000,- x 25 hari, maka penghasilan mereka dalam sebulan bisa memperoleh Rp 5 juta sebulan, ini adalah hasil yang tidak akan diperoleh dari seorang buruh yang bekerja dalam satu bulan 26 hari.

Dari sudut pandang orang yang menjalani profesi mengemis, mungkin mereka merasa bahwa ini adalah ladang yang mereka dapat lakukankan. Tetapi apakah mereka sadar bahwa dari segi kategori miskin, mereka bukan sebagai orang yang dikategorikan miskin.

Mungkin inilah yang banyak terjadi saat ini, ternyata kehidupan seorang pengemis di kota besar seperti Jakarta bisa mempunyai penghasilan yang banyak. Kadang kita sebagai orang yang memberikan sedekah yang memang mempunyai niat baik untuk memberi sedekah tentunya tidak tahu bahwa pengemis tersebut adalah bukan seorang yang harus dikasihani. Kita sering melihat pada saat-saat tertentu, seperti bulan Ramadhan banyak sekali pengemis musiman yang datang ke kota besar terutama Jakarta.

Dari persepsi para pengemis itu, apakah mereka tidak melihat bahwa hal yang mereka lakukan itu adalah sesuatu yang dosa, karena mereka sudah melakukan kebohongan kepada para orang yang memberi sedekah kepada mereka. Sebagai yang memberikan uang sedekah, tentunya kita tidak akan bertanya terlebih dahulu apakah benar mereka benar-benar seorang pengemis atau hanya seorang pengemis yang pura-pura jadi pengemis.

Ini merupakan keprihatinan kita semua, memang dilain pihak bahwa tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah, tetapi sebagai yang pemberi sedekah tentunya kita memberikan uang tersebut karena kita merasa iba untuk memberi sedekah tersebut.

The miracle of giving, memang tidak akan terpengaruh oleh orang-orang yang berpura-pura sebagai pengemis, karena Tuhan tetap akan memberikan balasan terhadap orang-orang yang memberi sedekah dengan niat ikhlas. Hal ini terlepas dari yang diberikan tersebut adalah orang yang berpura-pura sebagai pengemis atau memang pengemis betulan.

Salah satu PR pemerintah, tentunya harus menertibkan orang-orang seperti ini, karena akhirnya mereka akan menjadi keenakan dengan mendapat uang tanpa berusaha dan bekerja. Mereka hanya mengandalkan uluran tangan dengan cara meminta-minta kepada orang lain yang akan memberinya uang. Menyikapi hal ini semua tentunya tergantung kepada diri kita masing-masing apakah kita akan memberi uang kepada orang-orang seperti itu atau tidak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline