Masa bersiap adalah masa paling mengerikan bagi Negara Kesatuan Indonesia. Masa ini terjadi di rentang Agustus 1945 (setelah Proklamasi Kemerdekaan) sampai Desember 1946. Dimassa ini pembunuhan dan perampokan terjadi dimana-mana tanpa perlawanan dan tanpa terkecuali. Semua yang terlihat lemah adalah santapan enak untuk dimakan. Hukum rimba benar-benar berlaku. Semuanya terjadi akibat ada yang masih ingin dijajah Belanda melawan yang merasa sudah Merdeka dan mengharuskan penjajah pergi dari Indonesia saat itu juga atau mati.
Pada masa itu, penduduk diperintahkan untuk tinggal di tempat mereka masing-masing, dan jika malam menjelang semua menjadi tegang dan khawatir sehinga mereka mempersiapkan diri dengan alat seadanya, berjaga-jaga dan dalam keadaan waspada. Buat yang pro kemerdekaan takut tentara NICA datang, buat yang orang Belanda dan indo Belanda takut perampok datang.
Membayangkan penduduk di Jakarta khususnya yang dijajah Belanda 350 tahun dan dijajah Jepang 3,5 tahun mendapatkan kebebasan yang sebenar-benar. Bagi mereka saat itu adalah saatnya pembalasan. Semangat kemerdekaan yang besar menyebabkan kebencian yang selama ini disimpan akhirnya mendapatkan jalan keluarnya.
Setelah Jepang menyerah , semua bingung. Yang memberi kemerdekaan tidak ada wujudnya. Jika di Eropa ada tentara Amerika dan bendera Belanda yang membagikan rokok dan sorak sorai warga yang dibebaskan. Maka di Indonesia tidak jelas, tidak ada gadis yang mencium pahlawan mereka. Tidak ada pawai kemerdekaan, tidak ada perayaan sama sekali. Amerika telah mengabaikan kepulauan di Indonesia dalam rencana pertempuran mereka karena langsung ke Jepang dengan menjatuhkan bom nuklir , dan tiba-tiba semuanya selesai.
Depok
Untuk pemahaman sejarah Depok, sekitar tahun 1700, seorang direktur VOC, Cornelis Chasteleijn, membeli sebidang tanah di Depok. Chasteleijn adalah bisnisman, tetapi juga manusiawi. Dia memiliki dua belas keluarga budak (Kristen) yang dibeli olehnya untuk mengelola tanah miliknya. Dalam surat wasiatnya, ia mencatat bahwa keluarga-keluarga ini akan menjadi pemilik tanah setelah kematiannya. Abad-abad berikutnya, Depok, dikelilingi oleh lingkungan Islam.
Selama pendudukan Jepang relatif tenang di Depok. Penduduk, meskipun sangat pro-Belanda, memiliki darah Indonesia yang cukup untuk tidak diinternir. Namun oleh Jepang sejumlah penduduk desa dipenjara karena kemungkinan melakukan kegiatan perlawanan; Namun, kebanyakan dari mereka mampu bertahan dengan bantuan warga Belanda dan indo , beberapa lolos dari campur tangan Jepang lebih lanjut. Hanya sedikit orang Jepang yang tinggal di Depok untuk membeli beras yaitu, Matsumoto , Kohama, dan Matsumura, komisaris polisi.
Serangan itu
Setelah Jepang menyerah, semuanya terbalik. Orang-orang Jepang dikirim ke Bogor, dan Depok kemudian di jaga oleh pasukan rakyat Indonesia, BKR. Semuanya aman dan damai sampai negara api menyerang (oops ). Saat itu tanggal 5 Oktober 1945 sekelompok orang Indonesia berduyun-duyun ke Depok mereka berteriak "Orang Belanda, Indo, Ambon dan Menado harus dibikin mati semua". Kemudian kelompok ini menghilang, tetapi rasa takut mulai timbul . Siangnya pemimpin BKR meninggalkan posnya dan kantornya kosong. Kota Depok sekarang tanpa pemerintah dan tidak ada otoritas sama sekali. Tanpa polisi ataupun tentara.