Melihat Jakarta sekarang rasanya tentram, damai dan aman sentosa. Tidak ada keributan yang berarti. Semua terlihat senang. Anggota DPRD sang wakil rakyat senang karena semua keinginannya kesampaian. Demikian juga pemerintah DKI Jakarta terlihat tenang bekerja. Tidak ada yang marah-marah lagi. Tidak ada yang teriak-teriak saat rapat lagi. Everybody happy.
Namun ketika melihat hasil kerjanya baru kita menyadari ada yang kurang. Semuanya terlihat hanya berputar-putar saja dalam kata. Tanpa kerja nyata. Tanpa tujuan dan arah yang jelas. Seperti odong-odong yang berputar di lingkungan pemukiman masyarakat.
Berputar putar disitu saja. Meninabobokan anak kecil. Mereka tidak ada yang rewel dan nangis. Sehingga Ibunya senang. Bapaknya lebih senang karena anak dan ibunya anteng . Demikian juga tukang odong-odong dan pedagang keliling karena dagangannya laku. Semua bahagia, semua senang. Dan ekonomi tetap berputar seperti biasa.
Saat ini jika melihat hasil kerja gubernur baru kita ini rasanya ada yang salah. Dimulai dari gebrakan di tanah abang yang saat ini masih berputar ngurusin jl.Raya Jatibaru. Walaupun katanya akan ada pembangunan tahap dua berupa pengosongan blok G saya harap bukan cuma janji manis saja. Karena masih tahap katanya.
Kemudian bentuk rumah DP nol rupiah masih tetap tanah kosong. Batu pertama yang diletakan masih begitu jua.tidak berubah. Mudah-mudaha tidak akan menjadi batu terakhir .
Banjir akan tetap datang ke Jakarta. Itu pasti. Yang berbeda sekarang wilayahnya menjadi lebih luas. Lebih banyak titik-titik banjirnya dibandingkan tahun kemarin. Dan apa yang dilakukan pemda DKI? Mereka menyumbang karung dan pasir brojongan. Bukan penyelesaian yang terpadu dan menyeluruh tetapi seperti biasa penyelesaian seadanya. Darurat. Mendadak. Pembuatan tanggul sementara, yang pasti hancur itu tanggul oleh banjir yang akan datang besok atau lusa.
Gali lobang tutup lobang mulai lagi terjadi di sepanjang jalanan ibukota. Trotoar-trotoar yang cantik mulai korengan oleh tenaga tukang tarik kabel. Bekas-bekas galiannya mulai terlihat menghancurkan kecantikan trotoar yang baru dibangun.
Urusan sampah yang dikembalikan laut dan menumpuk di pantai utara Jakarta. Saya sebetulnya kemarin tertawa melihat anggota PPSU yang diterjunkan disuruh mungutin sampah pakai tangan kosong. Luas area sampah saja demikian luas belum kedalaman sampah yang bisa mencapai 2 meter dalamnya sampah.
Rasanya mau 1000 pasukan oranye yang diterjunkan tidak akan bersih. Karena yang diperlukan adalah alat berat yang benar yang harus digunakan , bukan tangan kosong manusia. Sedih rasanya ketika otak tidak dipakai untuk mengurus hal yang seperti itu. Duit banyak. Orang pintar banyak. Tapi semua tidak dipakai dengan benar.
Yang paling baru adalah gagal lelang pengadaan kebutuhan mebel sekolah. Pemenangnya sudah ada tetapi dibatalkan oleh Pemda DKI Jakarta, dan akibatnya sekolah tidak mendapatkan bangku dan meja belajar yang baru. Untuk mengetahui alasannya silakan tanya mbah gugel. Saya agak males dengan hal ini. Nasib anak-anak kita di sekolah telah dipermainkan pemerintah daerah.
Penggantian nama RPTA menjadi Taman maju bersama dan taman pintar terasa lucu, karena konsep dan isinya tidak berubah. Tapi ya sudahlah. Memang seperti inilah kerja dan manajemen pemerintah daerah DKI Jakarta saat ini. Semua berputar-putar disitu situ juga. Tidak ada yang bisa diharapkan. Mengapa ini terjadi.