Lihat ke Halaman Asli

Pengorbanan adalah Kunci Kehangatan Keluarga

Diperbarui: 11 Maret 2018   23:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

semangkuk es serut yang menggunung disirami sirup coco pandan yang Indonesia banget di tengah taman bersalju (Dokumentasi Pribadi)

Beberapa hari lalu saya mendapatkan sebuah foto tentang semangkuk es serut yang menggunung  disirami air sirup berwarna merah menggoda dengan merk terkenal dan biasa kita lihat di Indonesia, sirup yang Indonesia banget. 

Marjan Coco Pandan. Yang membedakan adalah foto itu menggambarkan semangkuk es serut di tengah taman yang ditutupi salju. Dan esnya berasal langsung dari salju yang sedang turun di kota Leiden Belanda.

Suatu moment yang benar-benar langka dan jarang, namun sangat berarti di tengah dinginnya suhu 8 derajat celcius.

Teman saya sudah 3 tahun sekolah di Leiden, meneruskan program S3nya di universitas terkenal di belanda itu. Demi karir demi masa depan kelak. Setahun mungkin kuat sendirian di tengah kota yang asing, yang dingin ketika di musim dingin. 

Namun jika terlalu lama akhirnya dia memboyong seluruh anggota keluarganya untuk datang dan ikut tinggal bersamanya. Profesor pembimbingnya pasti ngomel karena si anak asuhannya pasti tidak akan konsen 100 persen untuk belajar namun rindu itu benar-benar berat. Dilan ternyata benar. Sehingga 2 anak dan istrinya disuruh menyusul juga akhirnya ke Leiden. 

Sudah pasti semua mengorbankan pribadinya. Karir istrinya di sebuah sekolah terpaksa dilepas. Sekolah anaknya yang masih SMP dan SMA juga sudah pasti tertunda. Dan itu yang harus mereka dibayar.  Pengorbanan yang tidak akan pernah sia-sia. Apalagi sekolah Indonesia juga sudah diselenggarakan oleh kedutaan Besar Indonesia disana.

Di tempat lain kasus yang hampir sama juga terjadi, teman saya , seorang manager perusahaan riset ternama juga memutuskan untuk mengorbankan karirnya. Menyusul istrinya yang sekolah lagi di Universitas besar di Australia. 

Anaknya yang berumur 6 tahun juga dibawa. Dan mereka menetap di kota Darwin Australia. Pengorbanannya juga cukup besar, sebagai laki-laki dia akhirnya hanya mengasuh saja kerjaanya di Australia. Karena visanya  bukanlah visa kerja tetapi visa keluarga. Dan ketika mendapat Visa Liburan dan kerja (work and Holiday) maka pekerjaan yang didapakan adalah food packing di sebuah supermarket besar. Title dan gelar yang dipunyai di Indonesia tidak cukup untuk menemukan pekerjaan yang sesuai keinginannya.

"Tiga tahun menjadi kuli beneran benar-benar melelahkan" katanya saat pulang ke Jakarta.

Pedih dan sudah pasti merana nasib mereka. Namun semua itu bagi mereka terbayar sudah. Dengan tetap berkumpul dalam keluarga kecil mereka. Kehangatan keluarga adalah pompa semangat hidup disana. Saling menyemangati, untuk masa depan mereka. Keluarga adalah segalanya bagi mereka.

Mereka mengorbankan waktu, karier. Mereka meninggalkan teman-teman serta keluarga besarnya di Indonesia agar selalu bersama dengan keluarga kecilnya di tempat yang asing dan sangat berbeda lingkungan dan adatnya.  Minum es sirup di tengah salju  sebenarnya malah membuat kedinginan bagi tubuh mereka, luar dan dalam,  namun bagi mereka hal ini  memberikan kehangatan di hati mereka dan mengobati kerinduan akan Indonesia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline