Lihat ke Halaman Asli

Menanti Tanggung Jawab Bupati Anas

Diperbarui: 31 Agustus 2016   07:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Wisata. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Beberapa tahun terakhir hampir di setiap halaman atau akun media sosial yang bertema travelling dan destinasi wisata, Pulau Merah selalu hadir menghiasi halaman atau akun tersebut. Bukan tanpa alasan, Pulau Merah harus diakui memiliki daya tarik tersendiri bagi para pencinta dan penikmat wisata pantai. Hamparan pasir putih, derasnya ombak dan view pulau-pulau kecil yang ada di sekitar pantai menjadikan Pulau Merah sebagai salah satu destinasi favorit berskala nasional dan internasional. Ditambah desain program dalam berbagai event kegiatan baik yang berskala lokal maupun internasional, menjadikan Pulau Merah tak ubahnya magnet bagi wisatawan lokal maupun internasional.

Perubahan sektor wisata yang begitu pesat, terutama di wilayah Banyuwangi selatan tidak bisa dilepaskan dari peran Bupati Anas. Salah satu tempat wisata yang paling pesat kemajuannya adalah Pulau Merah atau dikenal juga dengan sebutan red island. Beberapa periode kepemimpinan sebelumnya tidak mampu me-make up potensi ini sehingga keindahan alam di Pulau Merah hanya dinikmati wisatawan domestik. Bupati Anas yang kepemimpinannya telah diakui, terbukti beberapa kali telah meraih penghargaan, sangat paham bagaimana mengemas Pulau Merah menjadi obyek wisata unggulan di Kabupaten Banyuwangi. Sehingga tidak salah jika beliau adalah salah satu Bupati yang karier politiknya sangat diperhitungkan di level nasional.

Hanya saja branding yang sudah mulai terbangun dan efek positif yang juga mulai dirasakan oleh warga sekitar seperti ironi jika dihadapkan dengan semakin megahnya perusahaan yang menambang di Gunung Tumpang Pitu, kawasan pertambangan yang bersebelahan dengan Pulau Merah yaitu PT. Bumi Suksesindo (BSI). Apalagi setelah wilayah di sekitar Gunung Tumpang Pitu ditetapkan sebagai obyek vital nasional oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI No. 651K/30/MEM/2016. Total luas wilayah yang menjadi obyek vital ini kurang lebih adalah 5.000 hektar. 

Hal ini semakin mengindikasikan bahwa penambangan emas di Gunung Tumpang Pitu benar-benar serius dilakukan oleh PT. Bumi Suksesindo (BSI). Hasil informasi yang dikumpulkan penulis, PT. Bumi Suksesindo (BSI) adalah salah satu anak perusahaan dari Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) yang sahamnya dikuasai oleh PT. Saratoga Investama Sedaya Tbk dan Invindent Capital Indonesia yang keduanya didirikan oleh Sandiago Uno dan Edwin Soeryadjaya. Selain kedua tokoh tersebut ada juga nama AM. Hendropriyono sebagai presiden komisaris pada perusahaan tersebut.

Pelibatan pihak swasta dalam pengelolaan tambang emas di Gunung Tumpang Pitu sebenarnya sudah berlangsung cukup lama. Tercatat ada PT. Gamasinatara (Golden Eagle Indonesia, tahun 1991-1994), Hakman Metalindo Group (1994-1997), Golden Valley Mines NL  (1997-1999), Placer Dome JV (1999-2000) dan di era terakhir ada PT. Indo Multi Niaga serta PT. Bumi Suksesindo. Ada begitu banyak kontroversi terkait dengan Ijin Usaha Pertambangan (IUP) di Gunung Tumpang Pitu ini, salah satu yang mendapat perhatian publik adalah peralihan Ijin Usaha Pertambangan  (IUP) dari PT. Indo Multi Niaga (IMN) ke PT. Bumi Sukesindo (BSI). Tercatat sejak tahun 2009 PT. Indo Multi Niaga memiliki Ijin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi di Gunung Tumpang Pitu. Dan keputusan ini tidak bisa lepas dari peran Bupati Anas. Karena kepala daerah memiliki kewenangan yang sangat penting dalam pemberian Ijin Usaha Pertambangan (IUP) ini.

Dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dijelaskan bahwa Ijin Usaha Pertambangan (IUP) baik untuk eksplorasi maupun operasi produksi diberikan oleh Kepala Daerah (Pasal 44 dan 48). Hal ini menunjukkan peran strategis Bupati Anas dalam mengambil kebijakan terkait Ijin Usaha Pertambangan (IUP) di Gunung Tumpang Pitu.

Persoalan mendasar yang juga menjadi ironi dari kebijakan ini adalah Gunung Tumpang Pitu terletak di wilayah yang dekat dengan pemukiman warga dan kawasan wisata pantai yang sudah mulai dikenal oleh wisatawan lokal maupun interenasional. Ada Pulau Merah, Wedi Ireng dan Taman Nasional Merubetiri yang di dalamnya ada pantai-pantai eksotis yang sangat mendukung branding Kabupaten Banyuwangi sebagai destinasi wisata.

Dalam sejarah pertambangan di Indonesia, kawasan wisata dengan pertambangan tidak pernah bisa saling menguntungkan. Efek buruk yang ditimbulkan oleh kegiatan penambangan sangat berdampak pada ekosistem alam yang ada di sekitarnya. Selain itu, keberadaan Gunung Tumpang Pitu yang dekat dengan pemukiman warga sangat mungkin menimbulkan konflik horizontal. Tercatat beberapa kali telah terjadi bentrok antara warga dengan aparat sebagai bentuk penolakan kegiatan penambangan di Gunung Tumpang Pitu.

Fauzi Djafar Amri dalam tulisannya yang berjudul Jangan Korbankan Rakyat di Penambangan Emas Tumpang Pitu menjelaskan bahwa Gunung Tumpang Pitu memiliki cadangan biji emas (ore) dengan perkiraan ± 9,6 juta ton. Dimana dengan rata-rata kandungan emas dalam satu ton tanah mencapai sekitar 2,3 gr emas, maka ketika dihitung secara sistematis, Gunung Tumpang Pitu akan diperkirakan menghasilkan emas murni sebanyak 22.080 ton emas. Dengan produksi biji rata-rata 700.000 ton atau sekitar 1,577 ton emas murni per tahun, tambang diperkirakan eksis selama 14 tahun.

Ironis melihat peristiwa ini, di satu sisi Bupati Anas sangat aktif mengampanyekan Pulau Merah sebagai destinasi wisata favorit di Kabupaten Banyuwangi, bahkan event surfing tingkat internasional telah sukses diselenggarakan, di sisi lain Bupati Anas memberikan Ijin Usaha Pertambangan (IUP) yang sudah mulai mengarah pada kegiatan operasi produksi kepada PT. Bumi Suksesindo (BSI). Bupati Anas harus bertanggungjawab dan memberikan aksi nyata terkait hal ini, mengingat efek negatif dari kegiatan penambangan telah mulai merusak keindahan alam Pulau Merah. 

Beberapa hari terakhir lumpur telah mencemari Pulau Merah. Ditambah prediksi ahli yang menjelaskan  bahwa masa eksis Gunung Tumpang Pitu kurang lebih hanya 14 tahun, setelah itu akan menjadi pertanyaan besar seperti apa wajah Kabupaten Banyuwangi. Dalam 5 tahun terakhir Kabupaten Banyuwangi dikenal netizen dan masyarakat Indonesia pada umumnya sebagai destinasi wisata alternatif melihat Bali yang sudah mulai sesak dan tidak menarik lagi. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline