Lihat ke Halaman Asli

Arief Kh. Syaifulloh

Advokat, Teacher, Writer, Designer, Reseacher and Jurnalist

Politik Tegak Lurus (Antara Patuh dan Takut)

Diperbarui: 5 Maret 2024   18:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Memaknai sebuah kalimat seringkali dapat hanya diartikan secara gramatikal tetapi lebih sering secara politik dikemas dengan makna secara cara etimologis sengaja diciptakan sebagai sebuah jargon untuk menguatkan tetapi sekaligus untuk melemahkan situasi yang terjadi.

TEGAK LURUS apakah akan dimaknai secara etimologis atau secara gramatikal adalah sebuah tujuan pemaknaan yang membuat pilu terhadap sikap dan perilaku langsung saja disajikan untuk membuat sebuah dikotomi antara kelompok yang mendukung dan kelompok yang membangkang.

Secara demokrasi hal ini bertentangan dengan harmonisasi dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara karena konsep demokratisasi adalah mendukung semua program yang dijalankan eksekutif dimonitor oleh legislatif dan ditegakkan hukumnya oleh yudikatif.

Namun trias politika ini saat ini sudah tidak mungkin dapat tercapai lagi hanya sebuah wacana yang sudah usang karena konsep demokratisasi lebih dimaknai pada secara bersama-sama semua harus tunduk dan patuh terhadap ketentuan dan keputusan yang hasilnya telah ditetapkan untuk dibagi secara bersama-sama oleh eksekutif maka disitulah mereka yang tidak tegak lurus dimaknai sebagai pembangkang kebijakan.

Padahal oposisi seharusnya diberikan ruang untuk melihat sesuatu yang tidak terinventarisir dengan baik oleh kebijakan eksekutif yang menjadi sebuah kajian evaluasi dan perbaikan sehingga akan menguatkan posisi eksekutif dalam menjalankan amanah Undang-undang dan membuat kebijakan politik yang berpihak untuk kesejahteraan rakyat. 

Termasuk untuk menjaga kebijakan eksekutif yang menyimpang agar dapat dikontrol secara normatif untuk dikembalikan kedalam koridor yang telah diatur dan ditetapkan oleh aturan perundang-undangan yang berlaku.

Jika saat ini oposisi dimaknai secara premis minor maka yang terjadi adalah tidak ada yang berani untuk mengungkapkan kebenaran karena semua telah disepakati untuk dijalankan bersama-sama kemudian semua saling tutup mata dan tutup mulut, yang penting sama-sama dapat melindungi antara satu dan lainnya. 

Inilah yang terjadi saat ini dalam konsepsi politik pemerintah yang transaksional. Terhadap yang berseberangan dianggap tidak mendukung konsep pemerintah dalam menjalankan tugas kenegaraan dan merupakan lawan politik yang harus ditundukkan. 

Dalam politik Tegak Lurus inilah yang kemudian secara bersamaan civil society telah tereduksi secara sistematis dalam sebuah koalisi diparlemen untuk mendukung pemerintah. Sehingga jeritan rakyat hanya sebuah ilusi yang mudah terabaikan oleh kepentingan kelompok diparlemen karena lebih menikmati hasil koalisi dengan hadiah proyek dan deal-deal jabatan daripada menjaga amanah yang melekat di pundak yang diucapkan saat sumpah dan pelantikan.

Hanya menunggu waktu dengan keyakinan dan kekuatan do'a bahwa akan dan masih ada manusia hebat yang tak pernah takut untuk berteriak atas nama kebenaran dan sementara saat ini tetap nikmati saja segala kebuntuan yang suatu saat akan menemukan jalannya. 

Politik tegak lurus yang disampaikan di atas berbeda dengan konsep pandangan ustadz Abu Ridlo dalam bukunya "Politik Tegak Lurus PKS" yang didasarkan pada ketaatan proses dakwah politik yang ada dalam Al-qur'an, As-sunnah dan sirah Nabi Muhammad SAW. dimana seluruh gerakan dalam dakwah politik harus mengimplementasikan nilai-nilai kebenaran dan kebaikan dalam aktivitas mereka.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline