Lihat ke Halaman Asli

Arief Alfiandry

Praktisi HR, Pengajar di sebuah Perguruan Tinggi Swasta di Jakarta

Resensi Buku Mindset, karya Carol S. Dweck, PH.D

Diperbarui: 20 Desember 2023   18:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Materi dari Pathya Madhyasta Budhiputra dalam program Pojok Pintar Manajemen Seri #7 Road To HCNC | 21 .Tema  "LEADING THROUGH PANDEMIC RECOVERY: SUSTAINING LEARNING & INNOVATION". Pada tanggal 13 Oktober 2021

Growth Mindset

Ketika saya berjalan-jalan mengunjungi suatu toko buku di mall, mata saya tertuju pada buku mindset, buku dengan cover putih sederhana dengan tulisan judul yang apik. Ya buku Mindset yang ditulis Carol S. Dweck, PH. D dengan kata pengantar yang ditulis Rhenald Kasali.

Di bagian kata pengantarnya, Rhenald Kasali menulis dengan judul sangat menarik, Orang-Orang Pintar yang Terkurung Pikirannya Sendiri. Ada kalimat seperti ini, Anda mungkin pernah bertanya, ke mana teman-teman yang dulu menjadi kebanggaan guru karena nilai-nilai pencapaian atau raportnya tinggi? Bertaburan angka 10 atau " A" dan dinilai pandai di kelas? Kebanyakan kita pasti pernah menduga, kelak merekalah yang akan mewarnai kehidupan, menjadi ilmuwan yang sering dikutip publik, insinyur hebat, dokter spesialis ternama, pengusaha besar, hakim agung, dan seterusnya. Namun dalam kehidupan di sini dan di mana pun, ternyata kita sering kecewa. Karena yang muncul sebagai penerima penghargaan dunia ternyata bukan teman-teman kecil kita yang hebat, melainkan sebaliknya. Ya mereka yang dulu sekolahnya justru mengalami beragam kesulitan.

Lewat bukunya, Carol Dweck, mengungkapkan hasil penelitiannya bahwa ada faktor lain yang lebih penting dari kecerdasan yaitu mindset. Dalam hal ini ia menekankan bahwa manusia memiliki dua jenis mindset, yang pertama mindset yang tumbuh ( growth mindset) dan kedua adalah mindset yang tetap (fixed mindset).

Ada cerita dalam buku ini yang ingin saya bagikan ke teman-teman. Cerita tentang seorang Michael Jordan, seorang pemain bola basket terkenal dan terhebat pada masanya. Michael Jordan bukan orang yang memiliki bakat alamiah. Dia seorang atlet yang bekerja paling keras, mungkin dalam sejarah olahraga. Sudah diketahui umum bahwa Michael Jordan dikeluarkan dari tim bola basket sekolahnya, dia tidak diterima oleh perguruan tinggi tempat ia ingin bermain ( North Carolina State University), dan dia tidak dipanggil oleh dua tim NBA pertama yang seharusnya memilihnya.

Ketika Jordan dikeluarkan dari tim bola basket sekolah, dia merasa hancur, Ibunya mengatakan, " Saya katakan dia harus kembali dan mendisiplinkan diri." Nah Jordan benar-benar mendengarnya. Dia terbiasa meninggalkan rumah pukul enam pagi untuk berlatih di depan sekolah. Di Universitas, dia terus berusaha memperbaiki kelemahannya- permainan defensifnya, serta cara memegang dan melemparkan bola. Pelatihnya tercengang dengan kemauannya bekerja lebih keras daripada siapapun.

Suatu ketika, setelah tim tersebut kalah dalam pertandingan terakhir pada suatu musim pertandingan, Jordan pergi dan melatih lemparannya selama berjam-jam. Dia mempersiapkan diri untuk tahun berikutnya. Bahkan di puncak kesuksesan dan kemasyhurannya-setelah dirinya seorang genius olahraga-latihan berikutnya tetap melegenda. Mantan asisten pelatih Bulls, John Bach menyebutnya "seorang genius yang selalu ingin meningkatkan kegeniusannya". Bagi Michael Jordan, kesuksesan berasal dari pikiran. "Ketangguhan mental dan hati jauh lebih kuat daripada keunggulan-keunggulan fisik yang mungkin anda miliki" ujarnya.

 Lalu penemuan apa yang dijelaskan Carol Dweck dalam bukunya mindset ini? Penemuan pertama, orang-orang growth mindset menemukan kesuksesan dalam melakukan yang terbaik, dalam belajar dan berkembang. Dan, inilah yang pasti kita temukan dalam diri para juara. Penemuan kedua, orang-orang dengan growth mindset mendapati bahwa kemunduran atau kegagalan justru memberi motivasi. Kemunduran atau kegagalan memberi banyak pelajaran dan merupakan panggilan untuk bangkit. Penemuan ketiga, orang-orang dengan growth mindset bertanggung jawab atas proses-proses yang membawa kesuksesan dan mempertahankannya.

Hal menarik lain dari buku ini adalah tentang apa yang ditulis Jim Collins dalam bukunya Good to Great yakni tentang apa yang membedakan perusahaan-perusahaan yang tumbuh dan berkembang dari perusahaan-perusahaan lain? Sebagaimana yang diungkapkan Jim Collins, satu hal utama yang menjadi kunci utama adalah tipe pemimpin yang mengarahkan perusahaan menuju kehebatan. Mereka ini bukan tipe pemimpin karismatik menawan yang selalu memunculkan ego dan menyatakan diri berbakat. Mereka tidak suka menonjolkan diri , tetapi senantiasa mengajukan pertanyaan dan memiliki kemampuan untuk menghadapi jawaban, jawaban paing brutal sekalipun, yaitu melihat kegagalan secara terbuka, bahkan kegagalan mereka sendiri, sembari mempertahankan keyakinan bahwa mereka pada akhirnya akan berhasil.

Jim Collins heran mengapa para pemimpin yang efektif memliki kualitas-kualitas khusus seperti ini, dan mengapa kualitas-kualitas ini sejalan dengan cara kerja mereka. kita tahu jawabannya: mereka memiliki growth mindset. Mereka percaya pada perkembangan manusia dan inilah tanda-tandanya. Mereka tidak terus-menerus berusaha membuktikan bahwa mereka lebih baik dari orang lain. Namun, mereka terus-menerus berusaha untuk meningkat. Mereka menempatkan orang-orang paling terampil yang dapat ditemukan di sekeliling mereka, mereka melihat kesalahan-kesalahan dan kekurangan-kekurangan sendiri secara tepat, dan mereka secara terbuka berani bertanya tentang keterampilan apa yang mereka dan perusahaan butuhkan pada masa mendatang.

Dari penjelasan sebelumnya, maka tergambarlah kurang lebihnya, apa itu growth mindset dan fixed mindset seperti yang ada pada gambar/tabel berikut:

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline