TRUE Story : Dari Kisah, Kusujudkan Cintaku di Mesjid Sultan
-"Cinta dan kerinduan yang membeku dan menggumpal tiga puluh tahun, dan baru menemukan alur nya ini, seperti lahar dingin yang berubah menjadi magma panas, menggelegak, mendidih, membakar jiwa dan siap menghanguskan apa saja, jika kami tak mampu mengendalikan nya.-"
Dia menceritakan itu semua dengan isak tangis dan derai air mata, dari seberang sana. Kami tersedu --sedan ber dua-an, saling menyesali kebodohan.. Subhanallah,!
Sampai sejauh itu keteguhan hati dan cinta nya! Keteguhan hati nya untuk mengejar cita-cita luhur nya, membantu keluarga dan orang tua nya serta bertahan dengan target dan tujuan hidup nya, baru akan menikah di usia dua puluh lima!
"- Dan ketika aku memutuskan berangkat ke Malaysia, tempo hari, seharusnya, waktu itu, aku kembali pada nya. Tapi aku salah sangka, salah menduga, dan menganggap bahwa diantara kami tak pernah ada rasa. Diantara kami tak pernah ada cinta.
Hanya aku saja, yang bertepuk sebelah tangan . Mengharapkan bulan turun kepangkuan. "Mabok Cinte, Gile Bayang,!!-" Dan kesalahan itu harus kutebus dengan penderitaan batin yang hebat, berkepanjangan, puluhan tahun kemudian.
"- Aku memang bodoh, tak mengerti isyarat dari nya. Padahal, ketika aku akan berangkat menjalani pelatihan Suskalak Ke Pasir Panjang tempoh hari, sebagai syarat pengangkatan Pegawai Negeri. Dia sempat menitipkan rantang berisi makanan , dengan secarik kertas kecil bertulisan, :' "Baik --baik jaga diri, hati-hati ditempat orang," itu pesan singkat buatku, ada tanda tangan nya.-".
"- Kami menyesali semua kesalahan. Kesalahan yang sangat fatal dalam hidup kami. Kesalahan yang tak dapat ditebus kembali. Kami menyesali kebodohan kami. Kebodohan yang menyebabkan "luka batin kami berdua " yang sangat parah. Kami menangis dan tertawa bersama, dari ujung telfon , satu di Jakarta, satu di Pontianak, sekitar selama dua jam bicara.
-" Ketika ku tutup telfon nya, dada ku berguncang hebat, seperti ada gemuruh tumpahan lahar yang ingin keluar dari dasar gunung ber api, menggelegak dan mendidih dengan sangat dahsyat, mencari puncak kawah, dan memuntah kan isinya! Aku menangis sejadi-jadi nya, !"
Aku menyesali kebodohan ku. Menyesali ketergesaan ku, ketergopohan ku, dan kesalahan ku menilai nya. Mengapa aku hanya menurutkan rasa, tidak menurutkan akal dan fikiran.?