TRUE Story ,: Serial Kusujudkan Cintaku di Mesjid Sultan ( Eps.34)
Bab.VIII.hal.6 Pesta Pernikahan
##, Acara Resepsi
Bulan ke empat, Tahun sembilan belas sembilan enam, Hari akad nikah serta pesta resepsi akhir nya tiba! Pagi itu aku mengenakan baju gamis berwarna putih, bersulam benang emas, dengan bordiran yang bagus sekali.
Diatas kepala, sorban berbalut kopiah, dihiasi bunga melati terjuntai mewangi. Aku akan menikah hari ini! Kata orang aku keliatan rapi dan berseri seri.
Memang , hari itu aku bahagia sekali. Pukul sepuluh pagi rombongan kami bertolak dari Malang. Diluar dugaan, teman-teman dan sahabat ku menggalang dukungan dengan menyediakan sarana angkutan untuk rombongan pengantar dan pengiring berupa delapan unit mobil, dan khusus buat ku, disediakan sedan merah lengkap dengan sopir nya, yang di pegang oleh pemilik nya sendiri yaitu sahabat ku ,: Ali.
Iring-iringan delapan mobil melaju kencang ke Surabaya. Sekitar satu setengah jam perjalanan, rombongan kami tiba di tempat tujuan. Bersama ku ada Ustadz, Habib Usman dan Ust. Fakih yang menjadi pendamping ku untuk melakukan prosesi Akad nikah hari ini. Mewakili orang tua dan keluarga besar ku, yang tak bisa hadir bersama.
Rombongan kami tiba ditempat acara dengan disambut terbangan dan rebana. Terdengar bacaan Maulid Rasul sedang di lantunkan di ruang utama . Sesosok pria separuh baya menyongsong ku dan merangkul lengan ku dengan hangat, posturnya tak berapa jauh beda dengan postur ku, sepintas sempat kulihat wajah nya yang banyak kemiripan dengan wajah istriku.
Aku belum mengenal nya, dan belum pernah melihat sebelum nya. Belakangan, ketika upacara akad nikah sudah selesai, pada saat prosesi membatalkan wudhu, aku baru tahu, bahwa beliau adalah ayah kandung istriku, beliau adalah mertua ku, yang sekarang menetap di daerah Jawa Barat. Aku di duduk kan di tengah ruangan.
" Disekeliling ku berderet melingkar para sesepuh dan orang tua, tokoh masyarakat dan agama, habaib dan dan ulama. Hadirin hari itu perkiraan ku sekitar lima ratusan orang yang duduk menyebar di dalam dan diluar ruangan, dibawah tenda, di halaman dan meluber sampai ke jalan besar di depan. Disela-sela mobil yang di parkir berderet, di pinggir jalan, setengah kilometer panjangnya.
" Keringatku mulai menetes deras, selain karena hawa yang cukup panas, aku juga nervous. Untungnya, lengan kanan ku dirangkul Ustadz, sambil menepuk lutut ku, beliau tersenyum memberi dukungan. Habib Usman yang sudah ku anggap sebagai pengganti ayah ku, duduk disebelah kiri. Sementara ustadz Fakih, tepat di belakang ku.