Lihat ke Halaman Asli

Aku Punya Penasehat Spiritual!

Diperbarui: 25 Juni 2015   20:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Judul itu adalah kata pak Pon. Waktu itu, 10 tahun lalu, saya masih bertugas sebagai Kadiv. Marketing, sebuah departemen yang baru saja dibentuk oleh kampus tempat saya bekerja. Saya mempunyai tim kerja yang menyenangkan, siap bekerja keras dan selalu gembira. Sering kami harus melakukan safari hingga ke luar kota untuk mengenalkan kepada masyarakat bahwa kampus kami itu, ADA. Sebab, ada kampus lain yang namanya sangat mirip dengan nama kampus kami. Bukan hanya masyarakat yang rancu, tetapi surat-suratresmi kelembagaan yang datang dari luar, sering tertukar diantara dua kampus ini.

Suatu saat menjelang ekspo kampus, dalam perjalanan lapangan, saya iseng nanya pak Pon, driver kami.

“Pak Pon, ada penasehat spiritual ngga ya, buat bantu supaya pameran nanti laku dagangan kita?”

Kawan-kawan mendadak terdiam, tetapi sangat paham saya sedang ngerjain pak Pon Sehingga mereka ikut nimbrung saling menimpali. Berceritalah pak Pon, bahwa ia punya penasehat spiritual di sebuah desa, di kabupaten M.

Saya kemudian bertanya , “ada keris ngga di rumahnya?.”

“Oh.., ada bu..!”,

“Ada kemenyan?”

“Ada!”,

“Okay kita ke sana! Apa yang harus kita bawa?”

“Kembang!”,

“Kembang apa?”,

“Kembang kerah macan dan kembang kanthil”.

Akhirnya di sebuah pasar tradisional, kami turun untuk membeli kembang yang disarankan.

Setelah berjuang melewati jalan berkelok-kelok menuju pelosok, sampailah kami di rumah Mbah Yo, penasehat spiritual dari pak Pon. Pak Pon turun menemui Mbah Yo, terlebih dahulu, untuk menyampaikan maksud kami. Sesaat kemudian kami dipanggil masuk. Kami menyaksikan beliau membuka bungkusan kembang yang kami bawa. Sembari menyalakan rokok, si Mbah bersila depan kembang yang sudah dibuka bungkusnya. Asap rokoknya bau kemenyan.

Setelah kira-kira hening 15 menit, mbah Yo menyampaikan sesuatu yang membuat bulu kuduk kami berdiri. Kata mbah Yo sambil menggeleng, “sulit…, sangat sulit.., karena saya melihat begitu banyak makhluk halus (jin) memenuhi ruang pameran itu.” Saya tanya apa maksudnya. “Ya..hampir semua peserta pameran mengerahkan kemampuan spiritualnya…”, kata Mbah Yo.

Kami semakin merinding ketika saya sebagai kepala rombongan, disarankan untuk mandi kembang. Sepanjang perjalanan pulang kami “ribut” saling melempar tugas untuk mandi kembang. Akhirnya tidak satu pun dari kami berani mandi kembang.

Selama seminggu ekspo berlangsung, syukurlah ada sejumlah 13 orang mahasiswa yang mendaftar di counter kami….cukup “menggembirakan” (he..he.., cukuplah untuk pemula)

Sejak itu, saya terus berfikir, mengapa ketika saya menanya “penasehat spiritual”, pak Pon membawa saya ke dukun. Beberapa kali saya pun mengadakan test case. Bila ketemu siapapun saya tanya, apa yang ada dalam benak mereka, jika saya sebut kata penasehat spiritual.

Hasilnya, rata-rata mereka mengasosiasikan penasehat spiritual memang dengan profesi dukun, orang pinter, dan ustadz (guru).

Bicara kata spiritual, saya menjadi teringat tiga kecerdasan pokok yang pernah heboh dibahas. Ada kecerdasan intektual, kecerdasan emosi dan kecerdasan spiritual. Banyak buku ditulis tentang ketiga kecerdasan ini. Beberapa buku pun telah saya baca. Buku-buku tersebut memang berhasil membuat saya mengerti beda antara kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosi. Tetapi sayangnya, mereka tidak mampu menjelaskan kepada saya (yang agak lemot) tentang apa itu spiritualitas dan apa itu kecerdasan spiritual. Makin saya baca, makin saya bingung, tak mampu mamahami penjelasan mereka soal spiritualitas dan kecerdasan spiritual.

Sampai suatu saat kegelisahan saya terjawab. Pagi menjelang subuh, saya intip lemari buku saya. Sebuah buku berwarna hijau berhasil menarik kembali hati saya untuk membaca. Judulnya bagus,“Discover Your Spiritual Liife”, karya Elizabeth Owens.

Dari sanalah saya dibuat mengerti tentang “apa itu spiritualitas”. Menurut Owens, orang sulit membedakan antara agama dan spiritualitas. Agama dan spiritualitas adalah dua hal yang berbeda. Orang dapat pergi ke rumah ibadah dengan teratur, menjalani praktik ritual keyakinan yang mereka pilih, namundalam kegiatan keseharian, tidak mendemonstrasikan aspek-aspek spiritual.

Spiritualitas lebih dari sekedar kepercayaan yang dipegang seseorang. Spiritualitas adalah “tingkah laku”, BUKAN agama. Berpura-pura mengasihi sesama manusia saat berada dan berceramah dalam rumah ibadah, kemudian keluar mengutuk keberadaan ras tertentu atau kepercayaan lain, tidaklah mendemonstrasikan spiritualitas. Mengaku terbuka dan toleran pada semua orang dan kemudian berbalik menghakimi orang yang “berbeda”, tidaklah menunjukkan spiritualitas.

Spiritualitas adalah mewujudkan keimanan (kepercayaan) kita dalam praktik/tindakan. Spiritualitas adalah demonstrasi yang penuh kasih dari keimanan kita. Jadi apa bukti seseorang itu cerdas spiritual?

Bukti kecerdasan spiritual, diperlihatkan melalui cara kita memperlakukan manusia, hewan dan lingkungan. Begitu kata Owens.

Nah, apakah Anda punya penasehat spiritual? Mungkin sudah saatnya evaluasi...

Salam bahagia

(Inspired by: Elizabeth Owens in “Discover Your Spiritual Liife”)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline