Lihat ke Halaman Asli

Cepatlah Tinggalkan "Kampus"!

Diperbarui: 25 Juni 2015   21:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

“Malam Ibu.., terima kasih telah di confirm, saya ingin bertanya soal skripsi. Apakah dalam menulis PENDAHULUAN, saya wajib mencantumkan teori?”

Itu adalah pertanyaan semalam dari salah seorang mahasiswa sebuah Perguruan Tinggi di negeri ini, yang sempat berkunjung pada blog pribadi saya. Saya kemudian menjawab pertanyaannya, sesuai yang pernah diajarkan oleh salah seorang Profesor juga.

Bahwa dalam membuat “Pendahuluan”, paling tidak, pertanyaan-pertanyaan tertentu (saya telah menulis untuknya), harus dijawab. Tak ada keharusan mencantumkan teori, sejauh tak diperlukan. Namun demikian, ada bab tersendiri yang akan memuat teori-teori yang menjadi rujukan dan mensupport penelitiannya. Biasanya, ada pada Bab II dalam Skripsi.

Membaca jawaban saya, nampaknya ia masih gelisah ingin menanyakan satu hal lagi. Dikirimlah pesan sepagi ini.

“..tetapi ibu.., saya bingung. Dua dosen pembimbing saya berbeda pendapat soal ini. Yang satu mengatakan tak wajib dan yang satunya lagi mengatakan WAJIB. Jadi, apa yang harus saya lakukan, ibu..?”

Dan inilah jawaban saya:

“…kalau begitu, demi keselamatan, cantumkan saja teori_nya. Saya banyak menemui kasus beda pendapat dua pembimbing dan saya sarankan agar memilih yang aman. Dihadapkan pada kasus demikian, mahasiswa hendaknya sedikit mengalah dan merendahkan diri/hatinya. Tidak ada hal buruk mengikuti sarannya (yang mewajibkan). Yang urgent sekarang ini, adalah anda cepat-cepat keluar dari "belenggu gedung" yang namanya kampus.

Meskipun kampus dinilai sebagai lembaga yang demokrat, bebas berpendapat, independent, tetapi “faktanya” banyak yang tidak demikian. Persis seperti yang anda alami. Keangkuhan-keangkuhan intelektual selalu saja tumbuh dan terjadi. Banyak belenggu-belenggu sistematis di sana. Makin banyak orang pintar yang justru tidak mau rendah hati.

Maka saran saya, tekan dulu idealisme anda untuk sementara, agar anda cepat terbebas dari sana. Nanti jika anda telah keluar dari kampus, anda boleh mengembangkan diri anda sesuai nurani anda. Demikian moga anda paham yang saya maksud.”

Salam bahagia…

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline