Lihat ke Halaman Asli

Siti Lulus Aridatul Falah

a lifetime learner

Kritis terhadap Pemikiran Harun Nasution Mengenai Akal dan Wahyu

Diperbarui: 27 Agustus 2021   21:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Harun Nasution (1919-1998).

Biografi Singkat  Harun Nasution 

Harun Nasution lahir di Pematang Siantar, Sumatera Utara, pada 23 September 1919. Ayahnya adalah seorang pedagang asal Mandailing sekaligus dikenal sebagai qadhi atau penghulu. Ayah Harun bertipikal fatalis, selalu berserah diri kepada Tuhan tentang apa yang sedang dan akan terjadi.

Latar pendidikan dan keilmuan Harun Nasution memberi orientasi pemahaman bahwa pada dirinya terakumulasi dua orientasi nilai-nilai keilmuan, yaitu nilai-nilai keilmuan yang digali dari Sekolah Belanda yang bercorak  modernis (HIS dan MIK) dengan nilai-nilai keilmuan yang digali pada saat menuntut ilmu di negeri gurun pasir (Arab Saudi) serta di negeri sungai Nil (Mesir).

Setelah lulus dari HIS, Harun melanjutkan studi ke Moderne Islamietische Kweekschool (MIK) di Bukittinggi. Ini adalah sekolah guru tingkat menengah pertama swasta yang dikelola ulama pembaharu Islam asal Sumatera Barat, Abdul Gafar Jambek.

Harun Nasution telah menulis beberapa buku dan semuanya menjadi buku teks terutama di lingkungan IAIN, seperti: Islam Ditinjau dari berbagai Aspeknya (1974), Teologi Islam (1977), Filsafat dan Mistisisme dalam Islam (1978), Aliran Modern dalam Islam (1980), Muhammad Abduh dan Teologi Mu'tazilah (1987), serta Islam Rasional. Hal ini menunjukkan bahwa pada diri Harun Nasution bersinergi pemikiran modern dengan nilai-nilai spiritual keagamaan yang melahirkan pemikiran Islam rasional.

Memadukan Akal dan Wahyu 

Menurut Harun Nasution Al Qur'an dan hadis nabi sangat menghargai akal sehingga tidak kurang ayat-ayat Al Qur'an yang merangsang manusia untuk mendayagunakan akalnya. Dalam berbagai tulisannya Harun Nasution mengutip beberapa ayat Al Qur'an yang mengharuskan umat Islam menggunakan akal. Begitu pula dengan hadis nabi. Selanjutnya, dalam sejarah pemikiran Islam, Dia menemukan suatu aliran teologi yang sangat menghargai akal dalam segala pendapatnya, yaitu Muktazilah.

Sikap Muktazilah yang juga sangat dihargai Harun Nasution adalah sikapnya yang terbuka. Aliran yang dianggap sebagai pendiri hakiki ilmu kalam ini memang selalu mengadopsi berbagai hasil pemikiran asing, seperti filsafat Yunani, yang waktu itu dapat dikatakan sebagai ilmu pengetahuan umum bagi umat Islam. Mereka gunakan unsur-unsur pengetahuan itu dalam memformulasikan ajaran Islam, terutama di bidang teologi. Hampir semua tema-tema yang digunakan dalam teologi Islam sampai sekarang ini, berasal dari Muktazilah yang telah menjadikan filsafat Yunani itu sebagai salah satu referensi mereka. Menurutnya, karena makin langkanya para mujtahid yang berwenang. Harun Nasution mendeskripsikan pandangan filosof Muslim (khususnya pandangan Ibnu Rusyd) yang menggambarkan bahwa filsafat tidaklah bertentangan dengan ajaran Islam (wahyu), bahkan orang Islam diwajibkan atau sekurang-kurangnya dianjurkan mempelajari filsafat (wajib atau sunnah). Tugas filsafat tidak lain berpikir tentang wujud dalam rangka mengetahui penciptanya.

Harun menyatakan bahwa perpaduan pemikiran Abduh dan konsep mu'tazila mampu membawa masyarakat menjauh dari kekacauan, bahkan tanpa turunnya wahyu sekalipun (hlm. 47). Namun, bukan berarti Harun menentang konsep wahyu dalam meyakini Islam dan keilahian Tuhan. Harun justru selalu memadukan wahyu dengan akal selaku dua unsur utama yang saling melengkapi. Ia meyakini, Alquran sebagai wahyu Allah memandang akal sebagai sesuatu yang sangat penting. Akal, menurut Harun, amat berguna bagi manusia untuk membedakan mana kebaikan dan mana keburukan hal-hal yang juga termakna dalam kitab suci.

Maka, Harun sangat tidak tertarik dengan ulama-ulama yang menimbulkan paham taklid buta di kalangan umat dan menyebabkan orang Islam berhenti menggunakan akalnya. Sikap seperti itu bahkan dipandang Harun bertentangan dengan Alquran dan Hadis (Harun, 1996: 175).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline